SUPIORI. PapuaBaru.Com,- Masyarakat adat Byak Sub Mnuk Wabu adalah Snonkaku Byak (orang Biak) yang mendiami Supiori, Bar Wambarek (bagian barat) tetapi merupakan bagian dari pada masyarakat adat Byak yang berbahasa dan budayanya sama.
Untuk membedakan masyarakat Sub Mnuk Wabu dengan masyarakat Sub Mnuk Sauyas dan Wombonda adalah terdengar dari ragam atau dialeg, begitu pula dengan masyarakat yang dari bar-bar (wilayah) di daerah Biak bagian barat, utara, selatan dan timur.
Dewan adat Byak Sub Mnuk Wabu dalam upaya mempertahankan eksistensi lembaga adat sebagai lembaga yang bertanggung jawab penuh untuk mempertahankan adat dan budaya Byak, terus melakukan pembenahan dari sisi penguatan kapasitas kelembagaan, dan penguatan legalitas hukum sebagai dasar organisasi.
Penguatan kapasitas kelembagaan, penguatan legalitas hukum ini disusun dalam standar operasional prosedur (SOP) dewan adat Byak Sub Mnuk Wabu. SOP kelembagaan tersebut merupakan pedoman yang akan menjadi acuan kerja dewan adat Byak Sub Mnuk Wabu.
Menindaklanjuti hasil pembahasan dan penyusunan SOP melalui pelaksanaan lokakarya di Kampung Fanjur Distrik Supiori Utara, Kabupaten Supiori tahun 2019 lalu, jaringan kerja rakyat papua (Jerat Papua), Sabtu (10/4) akhir pekan kemarin, mensosialisasikan SOP tersebut bersama para mananwir Sub Mnuk Wabu, dilangsungkan di Hotel Sapuri Indah, Sorendiweri Distrik Supiori Timur.
“Sosialisasi SOP yang dilaksanakan, guna kembali melihat struktur kelembagaan atau kepemimpinan adat di Sub Mnuk Wabu. Mengingat ada juga sub mnuk lain yang terlibat pada lokakarya saat itu, terang Engelbert saat diwawancarai selaku penanggung jawab SOP dari Jerat Papua.
Menurut dia, ada dua hal yang dibahas pada lokakarya saat itu, yaitu struktur kelembagaan atau kepemimpinan adat dan peradilan adat. Khusus peradilan adat, mengingat selama ini masyarakat Byak (mananwir, red) dalam mengurus perkara-perkara adat belum sepenuhnya didasari aturan yang baku,” ungkapnya.
Kata Engelbert, pihaknya berpikir tentang perlu adanya semacam panduan (SOP, red) bagi para mananwir. Sehingga dalam mengurus perkara adat, para mananwir dapat berpatokan pada dasar panduan yang dibuat berdasarkan hasil kesepakatan bersama.
“Mereka sepakati apa yang menjadi nilai-nilai penting dalam mengurus suatu perkara adat. Apa prinsip-prinsipnya, kemudian pelanggaran-pelanggaran seperti apa. Kasus-kasus dalam bahasa Biak itu apa,” jelas dia.
Kemudian, terangnya lanjut, siapa yang bertanggung jawab untuk mengurus perkara-perkara itu. Kalau itu hakim adat maka syarat-syaratnya apa untuk seseorang bisa menjadi hakim adat, lalu apa tugas, fungsi dan perannya di dalam mengurus perkara adat.
“Itu yang mereka sendiri susun dan sepakati, kemudian kami bawa ke Jayapura. Dan selanjutnya beberapa orang yang telah mereka sepakati di sini sebagai tim perumus, kami undang ke Jayapura dan di sana kami bersama-sama lihat kembali hasil rumusan SOPnya. Sehingga ada dua dokumen, satu SOP kelembagaan adat, dan yang satunya SOP peradilan adat,” ungkap Engelbert.
Jelasnya lanjut, hasil yang dibawa ke Jayapura dan telah dilihat bersama-sama itulah yang kemudian dibawa dan diserahkan kembali kepada para mananwir untuk dikoreksi lagi sebelum SOPnya dicetak atau diterbitkan dalam bentuk buku.
“Mereka sendiri harus koreksi, jangan sampai ada hal-hal yang mereka sendiri lupa, atau kita salah ketik. Mereka kembali kalau sudah fix, meskipun hasil yang diharapkan tidak harus 100%, barulah kemudian dicatak. Karena Biak ini luas, kita hanya ambil dari Sub Mnuk Wabu. Sehingga jangan sampai sub mnuk yang lain atau mungkin di Biak utara, barat, Timur dan selatan juga punya pemahaman yang lain,” ucap dia.
Untuk itulah, bilang Engelbert, pihaknya tidak berharap hal itu menjadi final. Tapi minimal para mananwir sudah berbuat sesuatu, dan itu menjadi contoh sekaligus panduan dalam menyusun struktur kelembagaan adatnya, struktur mananwir di kampung sesuai kesepakatan bersama.
“Mananwir itu harus tahu tugasnya sebagai seorang mananwir itu apa. Lalu Manfaker, dia punya wakil itu tugasnya apa. Manfafas atau sekretaris tugasnya apa, Korona atau bendahara itu tugasnya apa. Semuanya sudah ada di dalam SOP, sehingga mereka para mananwir sesuai SOP,” ucapnya.
Lanjut dia, diharapkan kelembagaan adat di tingkat sub mnuk dapat diatur secara baik untuk kepentingan masyarakat adat. Peradilan adatpun demikian, diharapkan SOP akan menjadi panduan bagi mananwir dalam mengurus perkara-perkara adat.
“Kalau ada perkara atau misalnya suatu kasus lalu masyarakat datang mengeluh ke dewan adat di tingkat sub mnuk, mereka sudah tahu dalam SOP itu tahapannya dia harus melapor. Setelah melapor kemudian langkah selanjutnya sampai perkara selesai itu seperti apa,” terang Engelbert.
Terkait dalam putusan perkara, sambungnya, kalau misalkan perkara atau kasusnya itu berhubungan dengan perempuan (wos bin, red) berarti dendanya berapa, itu juga sudah disepakati sesuai hasil kesepakatan bersama. Dan karena itu hasil kesepakatan bersama, maka diharapkan agar tidak ada yang komplain saat putusan itu dilaksanakan.
“Misalnya kasus perzinahan berarti dendanya sekian, itu yang mereka sepakati. Akan tetapi kami bilang bahwa ini bukan sesuatu yang final dan 100% selesai, tidak. Yang penting itu ada, kita sepakati lalu buat dalam bentuk buku supaya bisa dipakai oleh mananwir-mananwir untuk mengurus masyarakatnya di tingkat sub mnuk,” ujar dia.
Kata Engelberth juga, nantinya dalam perjalanan kedepan, apabila dilihat oleh para mananwir bahwa sehubungan dengan adanya perkembangan sehingga ada hal-hal baru yang harus dimasukkan, disesuaikan untuk menjadi catatan yang nantinya diperbaiki lalu dicetak ulang lagi.
“Tapi kami berharap ini menjadi model atau contoh yang dimulai dari Sub Mnuk Wabu, sehingga mungkin bisa diadopsi juga oleh sub mnuk lain di seluruh Supiori ini,” ucapnya.
Dan kemudian, lanjut dia, kalau semua sub mnuk lain di Supiori sudah konsolidasi struktur kepemimpinan di masing-masing sub mnuk, barulah didorong ke tingkat Mun Supiori atau dewan adat Mun Supiori untuk duduk bersama-sama guna membentuk kelembagaan di tingkat sub mnuk.
“Supaya mereka benahi, karena selama ini ada tapi belum berjalan maksimal. Kita harap konsolidasi ini mulai dari sub mnuk-sub mnuk. Semua sub mnuk ini sudah selesai dulu, strukturnya lengkap supaya ketika datang ke musyawarah besar tingkat Supiori secara keseluruhan, keterwakilannya jelas,” tandas Engelbert.
Pungkasnya menambahkan, dari masing-masing sub mnuk sudah jelas, pemimpin-pemimpinnya itu yang datang duduk kemudian musyawarah untuk memilih pimpinan di tingkatan Mun Supiori. Dan semua ini terkonek, sehingga berjalan baik.(Andi/Zes)