JAYAPURA, tabloidpapuabaru.com,- Adat istiadat serta tradisi suku Biak adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam tatanan kehidupan sejak leluhur orang Biak sampai saat ini, dan diwariskan turun temurun kepada anak cucu.
Sampai saat ini adat istiadat terus dilestarikan sebagai kekayaan budaya yang bernilai dan dipegang teguh.
Budaya suku Biak unik dan hampir setiap saat dilakukan atau diwujud nyatakan dalam lingkup kehidupan berbudaya orang biak itu sendiri, tetapi juga kepada suku-suku lain di Nusantara ini.
Seperti hal yang terjadi pada Jumat (19 /3) kemarin di Waena, Distrik Heram Kota Jayapura, dimana berlangsung tradisi prosesi mengantar emas kawin dari pihak laki-laki yang adalah suku Sentani (Ohodo) kepada pihak keluarga Perempuan dari suku Biak marga Rumbewas.
“Proses untuk emas kawin hari ini merupakan kelanjutan dari pertemuan sebelumnya bersama keluarga Ohodo, dan saat itu saya sudah jelaskan tentang adat Biak itu sendiri. Dimana dalam proses bayar emas kawin tidak hanya adat suku Sentani, akan tetapi adat suku Biak juga ikut untuk melengkapi budaya adat mereka,” terang Yafeth Rumbewas selaku penanggung jawab dari pihak perempuan.
Menurut Yafeth, sebelum pembayaran emas kawin, pihak laki-laki telah menjelaskan bahwa pihak perempuan menghampiri sekaligus memberi makan pihak laki-laki.
“Acara adat pembayaran emas kawin hari ini saya nasionalkan, yang mana saya sampaikan pada pihak keluarga laki-laki bahwa tidak sepenuhnya dijelaskan tentang adat Biak kepada kami. Jadi kami tidak melakukan seperti yang disampaikan oleh pihak laki-laki, yaitu sebelum pembayaran emas kawin, pihak perempuan memberi makan pihak laki-laki. Dan dengan adat kedua suku yang dinasionalkan maka semua proses adat berjalan hari ini (Jumat kemarin, red),” jelasnya.
Kata dia, dirinya sudah menjelaskan juga bahwa sebelum pembayaran emas kawin yang dilaksanakan pihak laki-laki, untuk pembayaran uang susu, lanjut Yafeth, sudah dilaksanakan oleh pihak laki-laki dua hari sebelumnya.
“Pembayaran uang susu sudah dilaksanakan dua hari kemarin, kemudian hari ini pembayaran emas kawin. Versinya yaitu kita orang Biak tidak tutup pintu untuk harus diketuk lagi oleh pihak laki-laki, kemudian harus gosok kaki sebanyak tiga kali. Tapi semua itu tidak dilakukan karena disertai dengan budaya mereka (Sentani, red) di sini,” ujar Yafeth.
Intinya, sambung dia, pihak perempuan tidak menutup pintu. Menerima dan mempersilahkan pihak laki-laki masuk, dan itu adalah tahap pertama. Yang kedua, pihak perempuan menerima emas kawin dan setelah itu dibuatkan lalu dibacakan berita acaranya.
“Masih banyak perempuan Biak yang kawin ke suku Sentani, untuk itu saya berharap proses adat yang dikakukan hari ini (Jumat kemarin, red) dapat dilakukan sehingga didalamnya keakraban tetap berjalan. Adat ini harus tertata dengan baik dan harus dijalankan, ini yang kami harapkan,” ucap Yafeth.
Tambah dia, pembayaran emas kawin yang dilaksanakan oleh pihak laki-laki sudah sesuai yang disampaikan oleh dirinya mewakili pihak keluarga perempuan pada beberapa hari sebelumnya. Yang namanya piring itu sangat penting. Kalau uang itu yang kedua atau nomor terakhir, tapi piring sangat penting karena itu budaya orang Biak.
“Piring ini kami bawa simpan bisa lama, dan itu akan bergilir. Dan piring ini juga bisa gunakan untuk makan, piring ini tetap tinggal dan tahan. Sedangkan uang bagi kami orang Biak tidak punya harga yang besar, yang besar adalah harta benda piring itu,” tandasnya.
Pihak laki-laki, lanjut Yafeth lagi, sudah melakukan sesuai apa yang dirinya sampaikan. Pihak laki-laki datang dengan adat Sentani lalu memberikan batu yang harganya mahal.
“Mereka sudah serahkan, dan itu sebagai tanda rasa senang mereka. Dan saya sampaikan bahwa kegiatan hari ini (Jumat kemarin, red) tidak dimulai dari awal sehingga kami menyesuaikan saja. Untuk uang susu, orang tua perempuan (Mama, red) sudah terima. Jadi sekali lagi saya sampaikan bahwa adat Biak seperti yang kami lakukan, dan ini harus terus dilakukan untuk menjaga nilai-nilai adat,” pungkasnya.
Tutup Yafeth, dirinya menyampaikan tanda hormat atas harta benda yang diberikan oleh pihak laki-laki (Suku Ohodo), yaitu piring dan uang senilai Lima puluh juta rupiah. (napi zes )**