JAYAPURA. PapuaBaru.Com, – Ketidak seriusan lembaga audit dan penegak hukum dalam menanggapi, menangani hingga menuntaskan berbagai laporan masyarakat terkait adanya penyelewengan anggaran, khususnya dalam penggunaan dana Otsus yang dilakukan oleh oknum pejabat daerah di Papua, menjadi salah satu penyebab tumbuh suburnya tindak pidana korupsi yang berujung pada adanya kerugian negara.
Hal tersebut diungkapkan Sekjen LSM Kampak Papua, Johan Rumkorem melalui release yang disampaikan pada Media ini, Sabtu (20/2) malam kemarin.
Dijelaskan, selama ini masyarakat melaporkan ada terjadinya penyalahgunaan dana Otsus kepada pihak Kejaksaan, Kepolisian, Inspektorat, BPKP dan BPK namun tidak ada yang diungkapkan. Banyak laporan dugaan tindak pidana korupsi yang sumber dananya Otsus namun tidak ditangani hingga ditindak tegas.
“Kenapa tiba-tiba ada pemberitaan tentang adanya penyelewengan dana Otsus yang nilainya cukup fantastis, yaitu 1,8 Trilliun. Itu berarti hal tersebut menjelaskan bahwa penegak hukum dan para auditor di Papua gagal total. Kalau benar nilainya sebesar itu kenapa tidak diselidiki pada tahun-tahun sebelumnya sehingga ada hukuman bagi pelaku sebagai efek jerah, ini malah dibiarkan,” bilang Johan.
Menurut dia, apa benar 1,8 Trilliun itu bersumber dari dana Otsus. Kalaupun benar pemerintah pusat harus menyampaikan secara terperinci, penyelewengan dana tersebut terjadi sejak atau pada tahun berapa, di Provinsi Papua mana, di kabupaten/kota mana dan di instansi-instansi mana saja. Harus jelas agar masyarakat Papua tahu, jangan hanya karena data-data yang disampaikan untuk kepentingan keberlanjutan Otsus sekaligus pembentukan daerah otonomi baru (DOB).
“Banyak kasus penyalahgunaan dana Otsus namun pihak auditor dan penegak hukum diam, padahal penggunaan dananya sudah jelas-jelas salah karena digunakan untuk kepentingan lain. Tidak tepat sasaran, bahkan tidak menyentuh masyarakat sama sekali. Dana Otsus dialih fungsikan pada kegiatan lain yang bukan kegiatan Otsus, dan hal tersebut terus saja dibiarkan terjadi,” sambung Johan.
Dirincikannya, contoh kasus dana prospek di Kabupaten Biak Numfor tahun anggaran 2017. Sumber dananya Otsus, namun sama sekali tidak menyentuh masyarakat di kampung-kampung. Uniknya ketika masyarakat melaporkan ke pihak Kepolisian, malah masalah tersebut di SP3kan.
“Ada juga dana Otsus untuk program guru kontrak daerah sebesar 18 Milliar, demikian juga dana Otsus pada OPD yang lain senilai 74 Milliar yang tidak dipertanggung jawabkan. Kasus-kasus ini kenapa didiamkan. Kabupaten Mimikapun demikian, belum lagi kabupaten/kota lainnya,” lanjut Johan.
Diharapkannya, ada kejelasan oleh pemerintah pusat mengingat selama ini masyarakat terus menyoroti kinerja penegak hukum dan juga auditor di Papua karena tidak efektif, tidak tertib dan tidak transparan. Akibatnya trilliunan rupiah hilang entah kemana.
“Jangan hanya salahkan pejabat di Papua, salahkan juga para auditor dan penegak hukum. Kami selalu ribut dengan masalah ini namun malah didiamkan, tidak adanya transparansi dalam penggunaan dana Otsus membuat orang Papua jatuh miskin di atas bangsa ini dan membiarkan korupsi terus bertumbuh subur di Papua.
Diakhir releasenya, disebutkan beberapa fakta seprti yang terjadi pada Bupati Waropen dan Bupati Mimika yang telah ditetapkan sebagai tersangka namun masih saja dibiarkan menghirup udara segar. Dampaknya APBD harus terkorbankan untuk membayar sana sini.
“Kesimpulannya adalah bahwa para auditor dan penegak hukumlah yang selama ini melindungi kejahatan korupsi di tanah Papua,” tandas Johan.(Andi/Zes)