JAYAPURA.PAPUA BARU.COM,- Setiap 10 Desember Dunia merayakan hari peringatan Hak Asasi Manusia (HAM), isu pelanggaran Ham dewasa ini telah mewarnai kehidupan sehari-hari masyarakat global dimana saja berada.
Kemunculan Lembaga-lembaga kemanusiaan secara lokal, nasional hingga internasional yang terus menyuarakan nilai-nilai kemanusiaaan merupakan bukti bahwa pelanggaran terhadap hak-hak dasar kehidupan manusia masih terjadi dimana-mana, sehingga wajib diseriusi dan ditegakkan seadil-adilnya sebagai bentuk penghormatan yang utama kepada Tuhan Sang Pencipta.
“Di Indonesia, ruang kebebasan berekspresi untuk menghormati hak azasi manusia (HAM) Secara konstitusi telah diratifikasi dari Kovenan Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik dan secara tertulis dan telah dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang, Kovenan Internasional Hak Sipil Dan Politik di Indonesia”.
Demikian ditegaskan Alexander Gobai melaui Pers Release Jumat (10/12/2021) yang diterima Media ini.
Kata Gobai, Hal tersebut juga sejatinya didorong oleh keinginan luhur bangsa Indonesia sebagai perintah Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia itu sendiri.
“Sebagai sebuah negara besar yang menghormati dan menghargai nilai-nilai dasar hak azasi manusia (HAM), kasus-kasus pelanggaran hak azasi manusia (HAM) yang pernah terjadi di atas tanah Papua sejak digabungkan dengan Indonesia merupakan sebuah pekerjaan tanggungjawab paling serius yang musti diselesaikan secara terhormat dan bermartabat, sehingga tidak lagi menimbulkan berbagai persoalan kemanusiaan lainnya lagi diatas tanah papua ini”Katanya
Seharusnya UU OTSUS Nomor 21 tahun 2001 hadir dan mesti dilihat sebagai instrumen penting penyelesaian pelanggaran HAM di tanah Papua. Jikalau disesuaikan juga melalui hasil kajian empat akar persoalan Papua yang dikeluarkan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 20 April 2011 lalu, yaitu persoalan Kegagalan Pembangunan, Marginalisasi Dan Diskriminasi Orang Asli Papua (OAP), Kekerasan Negara dan Tuduhan Pelanggaran HAM Serta Sejarah Status Politik Wilayah Papua itu dapat terselesaikan sebagaimana mestinya dengan lebih mengutamakan pendekatan-pendekatan yang lebih humanis dan berperikeadilan.
“Dengan demikian, maka dalam momentum hari HAM internasional tanggal 10 November 2021 ini, saya ingin mau menyatakan pikiran dan pendapat saya terkait dengan persoalan kemanusiaan yang terus terjadi di Papua ini” jelas Gobai.
Ia menambahkan Penyelesaian pelanggaran HAM di Papua merupakan pekerjaan serius negara Indonesia yang musti diselesaikan bersama secara adil dan bermartabat sebagai bentuk tenggungjawab kepada manusia, alam Papua dan penghormatan tertinggi kepada Sang Tuhan Pencipta.
Kedua Instrument penyelesaian kasus pelanggaran HAM di Papua adalah UU OTSUS jilid 1 nomor 21 tahun 2001, tetapi karena penyelesaiannya tidak berjalan, maka UU OTSUS jilid 2 nomor 2 tahun 2021 wajib dijadikan sebagai instrument penting untuk mewadahi penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM Papua ke depan.
Ketiga, Perlu adanya pendataan dan program besar “Trauma Healing” untuk semua orang korban pelanggaran HAM di seluruh wilayah Papua
Keempat , Mari sama-sama terus kita kampanyekan dan serukan STOP Kekerasan Pelanggaran HAM dari Papua kepada Dunia luar. (Redaksi)**