JAYAPURA.PAPUA BARU.COM,- Hutan Papua secara global merupakan hutan tropis tersisa di Asia, sehingga hal ini perlu dijaga dan dilindungi serta dilestarikan demi penyelamatan satwa flora maupun fauna tetapi lebih dari itu adalah sumber kehidupan bagi manusia itu sendiri.
Tapi apa dikata Bila izin konsensi industri perkebunan kayu dan tambang dikeluarkan dari Kementerian Perkebunan dan LKH yang akhirnya dikuasai sebagian hutan papua secara global tanpa melihat sudut pandang kehidupan masyarakat adat.
Agenda evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit dalam rangka penyelamatan sumber daya alam (SDA) yang dikerjakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Pemprov Papua Barat menampakkan hasil dengan adanya pencabutan berbagai izin.
Dampak dari pencabutan izin tersebut adanya sebuah perlawanan hukum dari berbagai perusahaan dengan jalan menggugat kebijakan dan keputusan Bupati Sorong Johny Kamuru di Lembaga Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Hal inilah yang membuat berbagai Koalisi dan KPK serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pemerhati Penyelamatan dan Perlindungan HUTAN serta Hak Ulayat Masyarakat Adat Papua secara umum angkat bicara dalam diskusi publik.
Tigor Koordinator Pusaka yang juga moderator dalam diskusi publik ini menuturkan kepada awak media seusai giatnya yang dilaksanakan di Hotel Horison lantai 5 Padang Bulan Abepura – Papua, Senin (29/11/21).
Kita buat diskusi publik ini mengharapkan Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Papua Barat, untuk memperkuat sistem evaluasi mereka terhadap industri perkebunan kehutanan maupun pertambangan bila ada investasi yang tidak beroperasional dan melanggar hak – hak masyarakat adat atau melanggar prosuderal yang ada segera dievaluasi lalu diberi sanksi berupa sanksi administrasi maupun kerusakan lingkungan bilamana terjadi pada kerusakan lingkungan, “tuturnya.”
Nah itu yang kita harapkan dari diskusi ini agar dapat menghasilkan jawaban yang positif dimana Pemerintah Kabupaten Sorong sendiri sangat merosponi dengan baik dan mendukung upaya tersebut .
Kemudian terkait dengan rencana kedepan dimana masyarakat adat menginginkan adanya perbaikan hak – haknya yang sudah diberikan ijin minta dikembalikan dan mereka minta untuk di libatkan dalam proses pengambilan keputusan kedepannya, ” Ujarnya.”
Sebenarnya aturan sudah jelas bahwa di UU OTSUS itu dimana setiap pemberian ijin yang pertama kali mendapatkan persetujuan dari masyarakat bukan dari pemerintah daerah.
Jadi setiap ijin yang keluar dari Pemerintah Daerah maupun Pemerintah Provinsi pertama kali yang harus dilakukan adalah meminta persetujuan dari masyarakat adat dan tidak hanya persetujuan tapi memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat tentang adanya rencana tersebut, ” sahut Tigor “.
Bilamana masyarakat menerima atau menolak itu harus menjadi Keputusan Kepala Daerah Kabupaten maupun Provinsi.
Dari hasil diskusi tadi dimana Kepala Dinas PTSP maupun Kepala Dinas Perkebunan mengatakan bahwa kedepan mereka akan memperbaiki dan melibatkan masyarakat sebelum pengambilan keputusan, ” tutupnya .” (Nussy Jiro).