Oleh :
BENNY SWENY *)
Saya tergelitik menulis proses pemilihan pimpinan Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua yang mengalami dinamika sehingga berlangsung hampir tiga bulan, setelah melihat postingan undangan pelantikan Pimpinan MRP yang dikirim Pdt. Roberth Horik minggu siang ini di WA Group MRP. Saya juga membaca percakapan dan pertanyaan anggota MRP yang merespon tulisan saya terkait MRP yang diibaratkan sebagai macan ompong yang kini jadi boneka kemudian dibilang apa dasar atau substansinya dan ada juga yang bilang mencoreng diri sendiri, tetapi sesungguhnya kalau dibaca dan dicermati makna dari suatu “otokritik” memang ditujukan untuk melakukan koreksi, evaluasi, dan refleksi terhadap diri sendiri, yang mungkin seolah-olah seperti mencoreng diri sendiri, namun hal tersebut dimaksudkan agar pembaca memahami limitasi otoritas MRP sebagai institusi dan permasalahan internal MRP yang kasat mata, sehingga mendorong upaya diri sendiri agar bangkit, memperbaiki diri dan berubah sebagaimana idealnya.
Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendelegitimasi hasil pemilihan pimpinan definitive yang telah ditetapkan melalui keputusan pleno MRP tanggal 25 Januari 2024.dan juga Keputusan Gubernur Papua tentang Penetapan Pimpinan Tetap MRP, tetapi guna menjawab berbagai pertanyaan kepada saya melalui chat WA dan saat ketemu langsung, bagaimana sebenarnya proses pemilihan pimpinan MRP ? Mengapa lama sekali sampai tiga bulan ? Mengapa Pemilihan MRP bisa dilaksanakan tanpa dasar Tatib ? Apakah hasil pemilihan ini sah ? tetapi juga supaya khalayak pembaca mengetahui kronologis dan memahami proses internal MRP dengan komparasi peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan pelaksanaannya.
Proses pemilihan Anggota MRP Provinsi Papua yang berlangsung sejak Februari 2023 dengan dinamika yang cukup Panjang, akhirnya dilaksanakannya pelantikan dalam 2 (dua) tahap, yaitu :
- Pelantikan Anggota MRP Tahap I pada tanggal 7 November 2023 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.2.2.2-4230 Tahun 2003 tentang Pengesahan Pengangkatan Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Masa Jabatan Tahun 2023-2028, lampiran 34 Anggota;
- Pelantikan Anggota MRP Tahap II pada tanggal 5 Desember 2023 berdasarkan :
2.1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 100.2.1.4-6262 Tahun 2023 tentang Pengesahan Pengangkatan Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Sisa Masa Jabatan Tahun 2023-2028, lampiran 1 Anggota;
2.2. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 100.2.1.4-6263 Tahun 2023 tentang Pengesahan Pengangkatan Anggota Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Sisa Masa Jabatan Tahun 2023-2028, lampiran 7 Anggota;
Sejak pelantikan Anggota MRP tahap satu, MRP lansung gasspol selama dua minggu menggelar rapat-rapat di Hotel Horison Kotaraja, Jayapura.
Sebelum pelantikan Anggota MRP tahap dua telah dilaksanakan rapat-rapat yang menghasilkan 4 (empat) Keputusan MRP, yaitu : - Keputusan Nomor 1/MRP/2023 tentang Pengesahan Pimpinan Sementara Majelis Rakyat Papua Masa Jabatan Tahun 2023-2028, tertanggal 9 November 2023;
- Keputusan Nomor 2/MRP/2023 tentang Penetapan Kegiatan dan Jadwal dan Kegiatan Majelis Rakyat Papua Pada Bulan November Sampai Dengan Desember 2023, tertanggal 10 November 2023;
- Keputusan Nomor 3/MRP/2023 tentang Pemberhentian dan Penggantian Antar Waktu Pimpinan Sementara Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Masa Jabatan Tahun 2023-2028, tertanggal 13 November 2023;
- Keputusan Nomor 4/MRP/2023 tentang Penetapan Tata Cara Pencalonan dan Pemilihan Pimpinan Majelis Rakyat Papua Masa JabatanTahun 2023-2028, tertanggal 16 November 2023;
Keputusan Nomor 1/MRP/2023 tentang Pengesahan Pimpinan Sementara Majelis Rakyat Papua Masa Jabatan Tahun 2023-2028 yang menetapkan tiga pimpinan sementara yakni Frits J. Mambrasar (Pokja Agama) yang kemudian dipilih sebagai Ketua Sementara, Febiola Iriani Ohe (Pokja Perempuan) yang kemudian diganti dengan Mina Numberi yang dipilih sebagai Wakil Ketua I Sementara (berdasarkan Keputusan Nomor 3/MRP/2023 tentang Pemberhentian dan Penggantian Antar Waktu Pimpinan Sementara Majelis Rakyat Papua Provinsi Papua Masa Jabatan Tahun 2023-2028), dan Cyrilus Moman (Pokja Adat) yang dipilih sebagai Wakil Ketua II Sementara, yang diberikan mandate untuk melaksanakan 3 (tiga) tugas pokok yaitu :
1) Memimpin rapat-rapat dalam rangka penyusunan rancangan dan penetapan Peraturan Tata Tertib MRP;
2) Memimpin rapat-rapat dalam rangka pemilihan dan pelantikan pimpinan tetap;
3) Memimpin dan mengkoordinasikan tugas-tugas lain dalam rangka pelaksanaan tugas dan wewenang serta hak dan kewajiban MRP..
Tiga tugas Pimpinan Sementara tersebut merupakan copy paste dari pasal 9 ayat (1) Peraturan MRP No 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang adalah produk keputusan MRP masa jabatan 2017-2022.
Fakta yang terjadi adalah Pimpinan Sementara hanya melaksanakan tugas angka 2) dan angka 3) sedangkan tugas sebagaimana angka 1) yaitu penyusunan dan penetepan Peraturan Tata Tertib MRP, yang seharusnya menjadi dasar hukum dan pedoman dalam melaksanakan tugas sebagaimana angka 2) dan 3) dilompati.
Bila berkaca dari MRP tiga masa jabatan sebelumnya yang telah berjalan, yaitu :
- MRP masa jabatan 2005-2009, pada awalnya dilaksanakan pembahasan dan penetapan Tata Tertib dengan Peraturan MRP No 1 Tahun 2005
- MRP masa jabatan 2011-2016, pada awalnya dilaksanakan pembahasan dan penetapan Tata Tertib dengan Peraturan MRP No 3 Tahun 2011
- MRP masa jabatan 2017-2022, pada awalnya dilaksanakan pembahasan dan penetapan Tata Tertib dengan Peraturan MRP No 5 Tahun 2017 dan kemudian pada tengah periode dilakukan perubahan tata tertib melalui Peraturan No 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib
Penetapan Tata Tertib awal masa jabatan selalu ditetapkan dan ditanda tangani oleh Pimpinan Sementara, contohnnya Peraturan MRP No 5 Tahun 2017 tentang Tata Tertib itu ditanda tangani oleh Pimpinan Sementara pada saat itu yaitu Alm Demas Tokoro, Pdt. Semuel Waromi, dan Nehemi Yebikon. Tetapi pada tengah periode atas usul sejumlah anggota untuk melakukan perubahan Tata Tertib yang kemudian saya sebagai Ketua Panitia Musyawarah MRP mengkoordinir pembahasan usul perubahan tersebut yang kemudian ditetapkan pada Pleno tanggal 23 Juli 2020.
Pertanyaannya yaitu dimana Peraturan Tata Tertib MRP masa jabatan 2023-2028 yang menjadi tugas pertama Pimpinan Sementara yang ditetapkan sebagai Keputusan Pleno yang menjadi landasan pelaksanaan tugas dan kewenangan serta hak dan kewajiban MRP ? Mengapa rapat pleno MRP yang menetapkan keputusan-keputusan MRP masih menggunakan kutipan konsideran Peraturan MRP Nomor 1 tahun 2020 ?
Keputusan No 3/MRP/2023 tentang pergantian Pimpinan Sementara tidak diatur dalam Peraturan Tata Tertib, demikian pula Keputusan MRP No 4/MRP/2023 tentang Tata Cara Pemilihan dan Pengesahan Pimpinan MRP yang mengambil (copy paste) pasal/ayat yang diubah lalu dijadikan lampiran. Seharusnya perubahan pasal/ayat tentang tata cara pemilihan itu ditetapkan dalam Tata Tertib, barulah kutipan pasal/ayat tersebut sah diambil sebagai lampiran Keputusan tentang tata cara pemilihan. Jadi artinya kutipan dari perubahan Tatib yang dimasukkan sebagai lampiran Keputusan MRP no 4/MRP/2023 tidak ada cantolan hukum alias liar sehingga Keputusan tersebut dapat dimaknai tidak sah sebagai pedoman pelaksanaan pemilihan Pimpinan MRP.
Bila kita membaca risalah pleno pemilihan pimpinan MRP yang berlangsung pada tanggal 20 November 2023 di Hotel Horison Kotaraja, maka teknis pelaksanaan pemilihan pimpinan MRP berbeda atau tidak sesuai lagi dengan Keputusan MRP No 4/MRP/2023 tentang Tata Cara Pemilihan Pimpinan MRP, antara lain pembuatan kertas suara dengan tanda gambar 9 calon, cara memberikan pilihan dengan mencoblos, dan Sekretaris MRP mewakili anggota yang tidak hadir ikut menyalurkan hak memilihnya. Tata cara pemilihan yang dimodifikasi ini tidak dimasukkan/diatur dalam Tatib dan Keputusan No 4/MRP/2023 yang tentunya berbeda dengan ekosistim MRP yang biasanya hanya dibagikan secarik kertas, yang kemudian masing-masing anggota MRP menulis tiga pilihan nama anggota dari unsur Pokja Adat, Pokja Perempuan dan Pokja Agama, dan selanjutnya membawanya untuk dimasukkan pada kotak suara.
Pelaksanaan pleno pemilihan pimpinan MRP yang berlangsung tanggal 20 November 2023 tersebut menghasilkan Nerlince Wamuar dari unsur Pokja Perempuan dengan perolehan 25 suara, Pdt. Robert Horik dari unsur Pokja Agama dengan perolehan 16 suara, dan Max Ohe dan Adnan Sawaki dari unsur Pokja Adat yang mendapatkan perolehan suara yang sama yaitu masing-masing 14 suara. Terjadi perdebatan sengit antara dilaksanakannya pemilihan ulang unsur pokja adat yang mempunyai perolehan suara yang sama atau ditundanya pemilihan karena ada indikasi kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan. Tidak tercapainya kata sepakat dalam pleno maka Pimpinan Sementara mengambil keputusan untuk pleno diskors.
Pleno lanjutan yang diskors satu setengah bulan baru dilanjutkan setelah dilaksanakannya Pleno Pembukaan Masa Sidang I Tahun 2024 pada tanggal 8 Januari 2024, yang kemudian memutuskan Pleno Pemilihan Pimpinan definitive yang kedua dilaksanakan pada tanggal 9 Januari 2024 di Ruang Sidang Lantai 12 Kantor MRP, dimana saya sendiri menghadiri pleno tersebut dengan pro kontra pendapat yang kemudian tidak mencapai kata sepakat dan diskors kembali oleh Pimpinan Sementara.
Pleno Lanjutan Pemilihan Pimpinan difinitif yang ketiga diilaksanakan pada tanggal 10 Januari 2024 bertempat di lantai 12 Kantor MRP, yang setelah terjadi perdebatan sengit maka, saya menawarkan 4 (empat) opsi sebagai solusi, yang kemudian diterima oleh Pimpinan Sementara sebagai pemimpin rapat untuk dibahas lebih lanjut. Keempat opsi tersebut yaitu :
a. Pemilihan lanjutan untuk dua calon dari Pokja Adat yang memperoleh suara yang sama;
b. Pemilihan ulang dengan 9 Calon;
c. Pembahasan dan Penetapan Keputusan MRP tentang Tata Tertib dan Penyesuaian Tata Cara Pencalonan, lalu dilaksanakan Pemilihan Ulang berdasarkan Tata Tertib;
d. Konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri.
Keempat opsi ini dibahas tetapi tidak mencapai kata sepakat sehingga pleno diskors kembali
Pleno Lanjutan Pemilihan Pimpinan MRP yang keempat kemudian dilaksanakan pada tanggal 11 Januari 2024 bertempat di lantai 12 Kantor MRP dengan kesepakatan mengerucutkan opsi mejadi dua opsi yaitu Pemilihan Lanjutan dan Pemilihan ulang 9 Calon. Setelah itu dilakukan voting terhadap dua opsi tersebut dengan hasil :
a. Opsi 1 Pemilihan lanjutan 25 suara;
b. Opsi 2 Pemilihan Ulang dengan 9 calon 12 suara
Setelah voting, terjadi perdebatan kembali sehingga pleno diskors kembali.
Pleno Lanjutan Pemilihan Pimpinan MRP yang kelima dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2023 tetapi karena salah satu calon dari unsur adat yaitu Sdr. Max Ohee tidak hadir karena Sdr. Max Ohee sedang melaporkan Sdr. Adnan Sawaki ke Polda Papua atas kesepakatan tertulis yang telah dibuat dan ditanda tangani antara mereka berdua, sehingga pleno diskors kembali.
Pleno Lanjutan Pemilihan Pimpinan MRP yang keenam kembali dilaksanakan pada tanggal 17 Januari 2024 bertempat di lantai 12 Kantor MRP, dengan perdebatan yang tidak menemui kata sepakat, maka dilakukan skors kembali oleh Pimpinan Sementara, yang dengan keputusan lanjutan pleno lagi pada Senin, 22 Januari 2024
Pleno Lanjutan Pemilihan Pimpinan MRP yang ketujuh baru kembali dilaksanakan pada Rabu, 24 Januari 2024 yang kemudian mendengarkan laporan dari Sdr.. Max Ohe bahwa telah dilakukan mediasi dengan Sdr. Adnan Sawaki sehingga pada prinsipnya telah disepakati selesai sehingga pemilihan kembali antara mereka berdua dapat dilakukan. Pada Pleno tersebut Sdri. Emma Yunita Yaas sebagai anggota MRP dari Pokja Adat menyampaikan laporan dugaan kecurangan dalam pemilihan pimpinan MRP dan menyerahkan laporannya kepada Pimpinan Sementara. Pada kesempatan ini pula Sdri Dorince Mehue menyampaikan surat dari Dewan Adat Tabi yang menolak unsur Pimpinan MRP yang berasal dari luar wilayah adat Tabi-Saireri. Staf Sekretariat MRP yang telah mengatur kotak suara dan hendak membagi secaraik kertas untuk dilakukan pemungutan suara, namun karena terjadi perdebatan sengit, maka Pimpinan sementara melakukan skors kembali.
Pleno Lanjutan Pemilihan Pimpinan MRP yang kedepalan dilaksanakan pada Kamis, 25 Januari 2024 di lantai 12 Gedung MRP, yang kemudian dilaksanakan pemilihan kembali Sdr. Max Ohe dan Sdr. Adnan Sawaki dimana kami yang delapan orang pelantikan tahap kedua telah bersepakat karena tidak ikut pemilihan dari awal maka kami tidak memlih sehingga hanya 34 anggota saja yang memilih. Pleno yang berlangsung di lantai 12 diwarnai juga dengan demo dari masyarakat yang menamakan diri masyarakat adat Tabi-Saireri yang intinya mendesak dilaksanakan pemilihan sehingga dapat ditetapkan Pimpinan Tetap guna diproses pengesahan dan pelantikannya. Pemilihan ulang ini diwarnai aksi walk out Sdri. Dorince Mehue dan Sdr. Emaa Yunita Yaas, yang setelah itu Pimpinan Sementara mengatur pelaksanaan pemungutaan suara pun diikuti 31 Anggota MRP, dengan hasil Sdr. Max Ohe memperoleh 20 suara, Sdr. Adnan Sawaki memperoleh 10 suara, dan 1 suara blanko.
Dengan perolehan 20 suara, Sdr. Max Ohe otomatis terpilih sebagai Wakil Ketua II mendampingi Pdt. Roberth Horik sebagai Wakil Ketua I, dan Nerlince Wamuar sebagai Ketua MRP yang kemudian ditetapkan dalam Keputusan No 3/MRP/2024 tentang Penetapan Pimpinan MRP Masa Jabatan Tahun 2023-2028.
Itulah kronologis yang secara umum saya gambarkan terkait pelaksanaan pemilihan pimpinan MRP yang berlangsung hampir tiga bulan dengan delapan kali Pleno yang penuh dinamika, namun menemukan ujungnya melalui Pelantikan yang akan dilaksanakan pada Senin, 12 Februari 2024.
Tentu hasil pemilihan Pimpinan MRP ini masih menyisahkan pertanyaan dan ketidak puasan terhadap dugaan kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan pemilihan, Pemilihan tanpa dasar Tata Tertib, dan pengabaian terhadap hak memilih dan dipilih 8 (delapan) anggota MRP pelantikan tahap kedua, yang seharusnya diakomodir karena pemilihan pimpinan Lembaga ini untuk lima tahun, yang tentu tidak sama dengan Pimpinan Pokja/alat kelengkapan yang bisa dikocok ulang pada pada tengah masa jabatan
Itu yang dalam beberapa kali pleno sudah saya sampaikan bahwa bila ada anggota MRP yang masih tidak puas, tidak perlu menghalangi pemungutan suara ulang sebagai “peristiwa hukum”, tetapi biarkan terlaksana menjadi keputusan pleno dan keputusan Gubernur (atas nama Mendagri) yang menjadi “obyek hukum”, sehingga anggota MRP yang masih belum puas, maka sebagai warga negara tentu mempunyai hak untuk mempersengketakan obyek hukum termaksud pada ranah Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
*) Ketua KPU Provinnsi Papua 2008-2013, Direktur Papua Democratic & Research Institute (PDRI), Anggota MRP 2017-2022, dan Anggota MRP 2023-2028.