(Suatu Otokritik terhadap ketimpangan pelaksanaan tugas & kewenangan MRP)
oleh : BENNY SWENY *)
Wajah Otonomi Khusus Papua tampak dengan keberadaan Majelis Rakyat Papua (MRP) atau Otsus dan MRP merupakan satu mata uang yang berada pada masing-masing sisi, dimana sisi yang satu adalah Otsus dan sisi lainnya ada MRP, yang artinya Otsus dan MRP tidak dapat dipisahkan satu sama yang lain.
Kelahiran Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua yang ditetapkan pada tanggal 21 November 2001 ikut melahirkan Majelis Rakyat Papua yangmana setelah 3 (tiga) tahun kemudian keberadaan, tugas, kewenangan, hak dan kewajiban MRP selanjutnya ditetapkan pula dalam Peraturan Permerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang Majelis Rakyat Papua. Sejak ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2004 tentang MRP,
MRP telah menjalani 3 (tiga) periode/masa jabatan keanggotaan, yaitu :
1. MRP Periode 2005-2009, dengan pelantikan pada tanggal 31 Oktober 2005, diperpanjang beberapakali dan Keputusan pemberhentian pada tanggal 28 Februai 2011;
2. MRP Periode 2011-2016, pelantikan pada tanggal 12 April 2011, dengan perpanjangan tiga kali, Keputusan Pemberhentian 13 Januari 2017;
3. MRP Periode 2017-2022, pelantikan pada tanggal 20 November 2017, perpanjangan satu kali (6 bulan), Keputusan Pemberhentian pada tanggal 20
Juni 2023 Dan kini MRP telah menjalani Periode keempat yaitu masa jabatan 2023-2028 yang jumlahnya 42 Anggota, dan terbagi komposisinya menjadi 14 Anggota Pokja
Adat, 14 Anggota Pokja Perempuan, dan 14 Anggota Pokja Agama.
Kedudukan, Tugas dan Kewenangan MRP sebagaimana ketentuan UndangUndang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua adalah bahwa dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Khusus di Provinsi Papua dibentuk MRP yang merupakan representasi kultural Orang Asli Papua yang memiliki kewenangan tertentu dalam rangka perlindungan hak-hak Orang Asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama (Pasal
5 ayat 2), dengan tugas dan kewenangan sebagai berikut :
1. Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur yang diusulkan oleh penyelenggara pemilihan kepala daerah (Pasal 20 ayat (1) huruf a);
2. Memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Rancangan Perdasus yang diajukan DPRP bersama-sama Gubernur(Pasal 20 ayat (1) huruf b);
3. Memberikan saran, pertimbangan, dan persetujuan terhadap rencana perjanjian Kerjasama, baik yang dibuat oleh Pemerintah maupun Pemerintah Daerah Provinsi Papua dengan pihak ketiga yang berlaku di Provinsi Papua, khusus yang menyangkut hak Orang Asli Papua (Pasal 20 ayat (1) huruf c);
4. Memperhatikan dan menyalurkan aspirasi, pengaduan masyarakat adat, umat beragama, kaum perempuan, dan masyarakat pada umumnya yang menyangkut hak-hak Orang Asli Papua, serta memfasilitasi tindak lanjut penyelesaiannya (Pasal 20 ayat (1) huruf d);
5. Memberikan pertimbangan kepada DPRP, Gubernur, DPRK, dan Bupati/Walikota mengenai hal-hal yang terkait dengan perlindungan hakhak Orang Asli Papua, termasuk “pertimbangan” kepada DPRK dalam hal penentuan bakal calon Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota (Pasal 20 ayat (1) huruf e dan Penjelasannya);
6. Memberikan pertimbangan, dan/atau konsultasi dalam hal seleksi dan rekrutmen politik kepada Partai politik yang meminta (Pasal 28 ayat 4);
7. Menyetujui pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi provinsi-provinsi dan kabupaten/kota setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan social budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi, dan perkembangan pada masa yang akan datang (Pasal 76 ayat 1);
Tugas dan kewenangan lainnya dari MRP adalah :
1. Menentukan satu anggota Panitia Pemilihan DPRP/DPRK kursi pengangkatan; dan
2. Memberikan pertimbangan terhadap Calon Bupati/Wakil Bupati dan Calon Walikota/Wakil Walikota MRP merupakan bagian integral dari Otonomi Khusus Papua, namun dalam 3 (tiga) periode perjalanannya korelasi MRP dengan Otsus mengalami pengaruh eksternal dari dinamika social kemasyarakatan dalam merespon kebijakan Otsus sendiri dan internal yang dipengaruhi kepemimpinan serta dominasi anggota yang mewakili konstituen yang berkorelasi dengan kebijakan Otsus itu sendiri.
Dari uraian perjalanan MRP sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah No 54 Tahun 54 dan menyusul Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2008, yang menyatakan kedudukan,tugas dan kewenangan MRP berdasarkan peraturan perundangundangan serta Analisa korelasi MRP dengan Otonomi Khusus Papua..
Dari uraian diatas dan pengamatan saya sebagai orang dari luar yang terhadap MRP Periode pertama dan MRP Periode ketiga, dan kemudian pengalaman saya ketika masuk kedalam sebagai anggota MRP Periode ketiga dan sekarang mengawali Periode keempat, maka, saya melihat MRP periode ini terseok-seok mulai dari proses pemilihan pimpinan definitive yang berlarut-larut sampai tiga bulan tanpat adanya kepastian hukum dimana Peraturan Tata Tertib MRP belum dibahas dan ditetapkan, sampai dukungan Sekretaris MRP dan jajarannya yang tidak maksimal membuat MRP sedang menuju pada anti klimaks eksistensi dan peranannya.
Komplikasi masalah internal MRP yang mengeropos dari dalam seperti staf Sekretariat MRP khususnya Bagian Keuangan yang tidak kompeten dalam mengelola anggaran dan keuangan MRP, Cash flow budget tidak teratur, staf Keuangan/Program dalam meng-input anggaran dalam aplikasi SIPD untuk RKA/DPA Induk & erubahan tidak melibatkan Anggota MRP atau PURT, postur anggaran yang dialokasi untuk MRP terkadang lebih banyak anggaran untuk membiayai Sekretariat daripada Program/Kegiatan Lembaga/Pokja/Alat Kelengkapan, dukungan staf dalam kegiatan tidak maksimal karena tidak ada supervisi dan monitoring dari Seklis atau atasan para staf tersebut, fasilitas dan peralatan dalam kerja di kantor tidak memadai, kegiatan MRP cukup banyak, tetapi jarang didokumentasikan dan dipublikasikan, sehingga dari luar masyarakat masih bertanya-tanya sebenarnya apa kerja MRP.
Ini tentunya membuat kedudukan MRP mulai goyah dan mengalami ketimpangan karena kapasitas Sekretariat yang lemah dalam mendukung terlaksananya tugas dan kewenangan Pimpinan dan Anggota MRP, ditambah dukungan anggaran MRP Tahun 2024 hanya sekitar Rp 41 Milyar yang yang alokasinya hampir 75 % untuk belanja administrasi, dan lebih kurang 25 % untuk belanja kegiatan yang praktis habis untuk biaya makan-minum rapat-rapat Lembaga, Pokja dan alat kelengkapan. Tidak ada lagi kegiatan Reses Anggota yang menjadi forum jaring aspirasi dan evaluasi masyarakat terhadap pelaksanaan implementasi Otsus yang selama ini dianggarkan pelaksanaannya empat kali dalam satu tahun, bahkan tidak dianggarkan juga biaya pelaksanaan tugas dan kewenangan MRP seperti verifikasi Calon Gubernur/Wakil Gubernur Orang Asli Papua dan penetapan salah satu unsur Panpil Kursi Pengangkatan DPRP/DPRK yang agendanya berlangsung dalam tahun 2024 ini.
Ini yang saya sebut MRP bukan lagi ibarat macan ompong yang bila dilihat seram dan menakutkan walau tidak bisa menggigit, tetapi kini MRP telah menjadi “boneka macan ompong”, yang dilihat indah dan bagus tetapi jadi menggemaskan, lucu-lucuan, dicolek-colek, dipindahkan sesuka hati, dan mungkin jadi cercaan sebagian orang yang tidak suka melihat boneka macan ompong yang terlalu besar karena makan tempat dan makan biaya.
( Penulis adalah Anggota MRP Periode 2017-2022 & Anggota MRP Periode 2023-2028) **