H-3 Menjelang peilu 14 Februari 2024 setiap partai politik siap dengan berbagai strateginya untuk mendulang suara sebanyak banyaknya, untuk melangkah mulus menuju kursi legislatif (Kota, Kab, Prov, dan Pusat ) demi kemajuan Indonesia.
Hitungan maju semakin mendekat, para timses paslon presiden dan legislatif juga semakin mempermantap cara kemenangan. Partai politik telah usai (masa tenang) saling berkompetisi menyampaikan janji politiknya kepada masyarakat melalui kampanye sistim jemput ditempat guna mendapat simpati warga dengan cara masing-masing.
38 provinsi akan menggelar pesta demokrasi serempak (sabang-merauke), 18 parpol akan saling merebut hati akar rumput untuk masuk parlemen. Instruksi Ketua – ketua umum partai untuk dijalankan (pusat-daerah) hanya satu menang atau kalah. Yah, rakyat sebagai konstituen juga memainkan perannya dalam pesta demokrasi.
Spesial untuk Papua Kota Jayapura (± 700ratusan ribu) melalui pengamatan media baik dikampung/kelurahan dan distrik ditemui beberapa golongan pemilih (Atas, Menengah, Bawah). Diantara 3 pemilih ini, media lebih cenderung menggali informasi ke pemilih bawah/akar rumput. Pemilih ini menarik sekali untuk ditelusuri karena mereka ini secara terangan bosan dan jenuh dengan retorika dan hipokratik parpol yang tidak mencerminkan perestorika sebernarnya, disamping itu para calon juga tahu bagaimana cara untuk menguasai mereka terutama incumbent.
Mereka kelompok bawah memiliki meanseat pola konsumtif, mereka ini bukan hanya ada dikampung tetapi ditengah – tengah kota dan berbaur dalam hegemoni kehidupan kelompok atas dan menengah. Di Pesta demokrasi kelompok bawah ini adalah target operasi utama, golongan ini ibarat “ada uang ada barang” mereka berani bertranksaki dengan para calon tanpa pikir konsukwensi sebab bagi mereka “anda jadi anda lupa” bagi mereka ini bukan rahasia umum serta tidak peduli berapapun yang ada mampu tawar menawar dengan mereka.
Kelompok ini standby H-3-2-1, intinya hari ini dapur mereka ada asap api, mereka mudah di pengaruhi dengan kertas warna merah dan biru sebagai bahan kontak utama dengan nominal besar, setiap pesta demokrasi kelompok ini menjadi langganan para calon legislatif untuk mendulang suara sebanyak banyaknya dengan bermain cantik.
Kelompok bawah tidak peduli dengan kemenangan siapa, bagi mereka siapa yang jaga, rawat dan memberikan service yang sempurna bagi mereka terutama ekonomi maka pilihan akan jatuh kepada calon tersebut.
Entah parpol kecil atau besar tergantung service, bagi mereka inilah cara keberlansungan hidup yang penting dapat makan, minum dan uang semuanya aman aman saja sebab selam 5 tahun anda jadi impossible anda akan hadir dalam kesusahan mereka. Kelompok ini mendominasi setiap TPS dengan jumlah kisaran 65 – 85%.
Mainseat kelompok ini sulit untuk ditebak karena berhubungan dengan ekonomi yang fundamental essensial belum untuk kebutuhan lain – lain. Edukasi politik terus digalakan namun hasilnya kecil 10 -15% karena kelompok ini jumlahnya signifikan secara holistik, konstituen ini punya prinsip kuat dalam menjaga ekonomi dan Sulit untuk memprediksi mereka.
Ketegasan akan penyelenggara KPU dan BAWASLU serta badan ADHOC penyelenggara butuh kerjasama dengan aparat pemerintah guna membrantas patologis politik seperti ini. Namun disisilain integritas dan netralitas dilapangan tidak seperti yang diharapkan, semua ini menyangkut kepentingan sehingga semua sektorpun hidup untuk mengamankan kepentingan tertentu.
Kelompok bawah umumnya ekonomi lemah (pengangguran, buruh kasar, tukang ojek, pedagang kecil, nelayan, petani serta pekerja serabutan lainnya) mereka ini paling dominasi jumlahnya serta membentuk kelompok kecil dan besar disetiap domisili. Adakalanya mereka juga punya koordinator yang mengkoordinir mereka menjelang pemilihan umum, yah intinya mereka dapat uang untuk biaya ekonomi. Seperti permainan judi kartu atau judi online, kalah menang menerima itu dengan lapang dada dan bagi mereka no comment. Multiparpol dan triparpol juga memiliki kelebihan dan kelemahan dalam ruang demokrasi tetapi itulah realita politik yang kita hadapi.
Beda halnya dengan menengah dan atas, kelompok ini juga target operasi dulang suara. Kelompok ini paham akan edukasi politik demokrasi, namun mereka juga ikut menggerakan kemenangan parpol tertentu denga power yang mereka punya dalam sistem kontrol paling atas.
Yah… mereka juga punya pengaruh yang mampu memenangkan parpol tertentu karena punya sumber daya yang kuat. Antara menengah dan atas, atas mengontrol menengah satu paket dengan kelompok bawah, kedua kelompok ini mendapat asupan dari kelompok atas dalam ekonomi namun dimainkan secara underground.
Power money politik merupakan alternatif dalam mendulang suara dibalik layar, mereka parpol besar sudah jelas akan menang karena power sumber daya yang memadai sebagai alternatif tempur. Adanya politik identitas juga ikut mempengaruhi kemenangan parpol tertentu biasanya terdapat di kota – kota besar spesial kalangan menengah dan atas, untuk selaput kota didominasi kalangan bawah.
Money politik untuk kalangan bawah sebagai pemenuhan ekonomi mereka, namun hal itu bukan merupakan edukasi yang baik para konstituen.
Untuk memutuskan mata rantai ini dibutuhkan ketegasan penyelenggara dengan konsukuensi hukum yang tegas sehingga harapan demokrasi bersih dalam pemerintahan sedikit demi sedikit dapat mengalami perubahan secara holistik. Harapan kita bersama adalah menciptakan pesta demokrasi yang bersih, transparansi dan tanpa money politik, kalimat ini selalu dikampanyekan setiap pesta demokrasi namun praktek lapangan masih ada sebagai alternatif kemenangan.
Media sebagai sumber informasi ikut mengkontribusikan pikiran dalam setiap pengumpulan informasi di masyarakat, kita berharap media juga ikut berperan aktif menyampaikan kesadaran politik agar supaya konstituen kembali ke nilai – nilai pancasila dan UUD 1945 sebagai payung demokrasi bersih dan transparansi dalam setiap event pesta demokrasi di Indonesia. (BK/Redaksi)**