SUPIORI. PapuaBaru.Com,- Jaringan kerja rakyat Papua (Jerat Papua), pada Rabu hingga Sabtu (7-10/4) pekan kemarin, melaksanakan pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat bagi masyarakat adat Byak Mun Supiori, berlangsung di Aula Hotel Sapuri Indah, Sorendiweri Distrik Supiori Timur, Kabupaten Supiori.
Koordinator pelatihan dari Jerat Papua, Yoram Dwaa ketika dikonfirmasi, menuturkan bahwa pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat bukan hanya di Supiori, tapi dilakukan juga di beberapa daerah yang didampingi oleh Jerat Papua, seperti kabupaten Yapen, kemudian kabupaten Kaimana dan Sorong, Provinsi Papua Barat.
Jelas dia, dari seluruh rangkaian kegiatan pelatihan-pelatihan penguatan kapasitas kepada masyarakat adat, khususnya untuk pemetaan wilayah adat yang dilakukan, bertujuan untuk masyarakat adat mempunyai kemampuan dalam memetakan sendiri wilayah adatnya.
“Jadi dia (masyarakat adat, red) tidak lagi bergantung kepada orang atau siapa yang datang dari luar untuk membantu, tapi kita fokus untuk bagaimana informasi ini sampai ke masyarakat adat secara mandiri melaksanakan proses pemetaan. Karena yang paling paham wilayah itu bukan kami dari luar, tetapi yang paling paham adalah masyarakat adat itu sendiri,” jelasnya.
Oleh karena itu, kata Yoram, kegiatan-kegiatan pemetaan dilakukan dalam rangka memberikan penguatan kapasitas kepada masyarakat adat supaya masyarakat sendiri mampu memetakan wilayah adatnya.
“Tentunya dalam pemetaan akan melalui proses yang cukup panjang, karena yang kita berlatih kemarin adalah secara teknis. Saya juga sampaikan kepada peserta bahwa kerja peta itu gampang, tapi nanti yang repot itu ketika kita melalui proses sosial, pengakuan dan lain-lain. Jadi komunikasi-komunikasi diantara sub mnuk itu mulai dibangun,” ungkapnya.
Katanya, yang melakukan pemetaan tidak bisa mundur karena dibilang akan ada banyak konflik. Justru peta yang digunakan adalah sebagai alat untuk mediasi konflik. Mencari jalan tengah melalui peta yang ada, menemukan titik tengah supaya memperkecil potensi konflik yang terjadi di Supiori.
“Supiori dan Biak itu sama, memiliki persoalan yang mirip-mirip atau sama, cuma beda administrasi. Karena dari beberapa studi yang kita lakukan juga di Biak itu memang terlihat bahwa akar konflik cukup banyak, dan untuk melakukan pemetaan wilayah adat memang cukup berat. Tapi kita tidak bisa mengacu pada hal tersebut, artinya karena berat sehingga tidak bisa dilakukan,” terang Yoram.
Yang mulai dilakukan, lanjutnya, adalah mempersiapkan masyarakat adat. Sehingga ketika masyarakat melakukan pemetaan wilayah adatnya, maka itu juga merupakan media penyadaran bagi mereka untuk memahami kemungkinan adanya informasi yang selama ini salah, itu bisa diluruskan melalui dokumentasi-dokumentasi yang ada.
“Itu yang pertama dan bermanfaat juga bagi mereka, secara internal mereka bisa meluruskan kembali posisi-posisi itu. Tapi manfaat yang lain, peta wilayah adat ini kemudian bisa menjadi alat komunikasi masyarakat adat kepada mitra-mitra pembangunan, baik pemerintah atau siapapun yang mau datang ke Supiori,” Terangnya.
Harus diketahui siapa orang Supiori. Siapa yang mendiami negeri ini (Supiori, red), siapa yang mempunyai hak di atas wilayah adat. Kemudian bagaimana cara untuk membangun mereka, itu bisa digunakan atau dikomunikasikan melalui peta itu.
“Sehingga perencanaan pembangunan ataupun hal-hal lain yang masuk untuk merubah kabupaten Supiori ini, tidak bertolak jauh dari pada apa yang sudah masyarakat adat rumuskan. Jadi itu yang menjadi tujuan kenapa kita melakukan pemetaan wilayah adat,” jelasnya lagi.
Lebih jauh ia menyebutkan pemetaan wilayah adat ini juga tujuan lainnya adalah karena saat ini Jerat Papua juga sedang mendampingi masyarakat adat di Supiori untuk mendorong peraturan daerah (Perda) pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat.
“Masyarakat adat perlu memetakan atau mengidentifikasi dirinya melalui peta wilayah adat, sehingga peta ini juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perda itu. Jadi ada beberapa bagian sekali yang menjadi tujuan kita melakukan proses ini,” bilang Yoram.
Untuk para mananwir, ujarnya, itu karena pihaknya juga mendampingi masyarakat adat untuk memberikan penguatan kepada kelembagaan adat yang ada di kampung-kampung (sub mnuk, red).
“Yang hadir saat ini (sabtu pekan kemarin, red) adalah Sub Mnuk Wabu, yang mana beberapa waktu lalu Jerat Papua mendampingi mereka untuk melakukan penguatan kelembagaan melalui penyusunan standar operasional prosedur (SOP) dan peradilan adat,” bebernya.
Sambung Yoram menjelaskan, yang dibahas adalah dari hasil diskusi beberapa waktu lalu, kemudian dirumuskan lalu dibawa dan dikembalikan supaya para mananwir mengecek kembali apakah sudah sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam tatanan adatnya ataukah masih ada yang perlu dirubah, ditambahkan atau dikurangi dan lain-lain.
“Semua ini berkaitan, mulai dari perencanaan kampung karena kami juga fokus pada kampung-kampung asli atau kampung-kampung yang didiami masyarakat adat,” ucap dia.
Kemudian, ujarnya lanjut, pemetaan wilayah adat, Perda dan penguatan kelembagaan adat. Hal-hal ini sebenarnya merupakan satu mata rantai dari kerja-kerja yang dilakukan untuk memproteksi keberadaan masyarakat adat, eksistensinya masyarakat adat sehingga mereka tidak termarjinalkan di atas tanahnya sendiri.
“Harapan kepada pemerintah daerah (Pemda) adalah mereka mendukung proses ini. Jerat Papua hanya memfasilitasi, tapi inisiatif untuk memunculkan hal-hal yang tadi itu datang dari masyarakat adat sendiri. Jadi mau tidak mau Pemda harus mendukung karena ini masyarakat Supiori, mereka yang punya pemerintahan atau wilayah administrasi,” bilang Yoram.
Tambah dia, ketika hari ini pemerintah mendukung masyarakat adat, maka itu akan memberikan kontribusi besar bagi pembangunan di kabupaten Supiori.
“Kemarin setelah dari kegiatan pelatihan, Jerat Papua bertugas untuk terus mengasistensi para peserta yang sudah mengikuti pelatihan. Karena kita menyadari bahwa tiga hari mengikuti pelatihan itu masih sangat minim sekali, masih kurang sekali,” ungkapnya menjelaskan.
Evaluasi dari hasil pelatihan, beber Yoram lagi, banyak yang sudah paham tapi belum puas karena merasa mungkin ada yang kurang. Oleh karena itu, sepanjang proses pemetaan yang akan dilakukan oleh peserta atau masyarakat adat Supiori yang sudah dilatih, akan terus didampingi oleh Jerat Papua.
“Kita dampingi lewat asistensi. Kalau yang kemarin melalui pelatihan kita dampingi asistensi untuk penguatan kapasitas lanjutan. Jadi kita sudah punya kesepakatan untuk melakukan meting-meting online, pelatihan secara online supaya tidak perlu biaya tapi kita bisa punya waktu, dan itu mempermudah,” tandasnya.
Tutup dia, diungkapkan juga kalau itu sudah disepakati bersama para peserta pelatihan, jadi kedepan mereka masih terus didampingi oleh Jerat Papua.
“Kalau bisa pasti secara online, tapi kalau ofline mungkin saat kita hadir di Supiori dan mengumpulkan mereka untuk melatih mempersiapkan mereka,” pungkas Yoram.(Andi/Zes)