SUPIORI. PapuaBaru.Com,- Masyarakat adat Papua adalah suatu kelompok yang unik dan berbeda satu dengan lainnya, dimana terdiri dari 262 bahasa. Ruang hidup ekologis yang berbeda dan bentuk format sosial sederhana, namun tidak serta merta sederhana dalam kualitas nilai-nilai sosial dan budayanya.
Seiring berjalannya waktu, diakui bahwa nilai sosial budaya dan keberadaan ruang hidup masyarakat adat Papua, secara perlahan boleh dikatakan sedang tergerus oleh hegemoni kebudayaan lain yang lebih tinggi. Dan hegemoni ini kemudian memicu perubahan-perubahan dalam nasyarakat adat Papua berupa adopsi maupun adaptasi.
Kebutuhan dari dominasi kebudayaan yang lebih tinggi, atau secara sederhana disebut sebagai modernisasi maupun pembangunan menurut perubahan-perubahan dalam pemanfaatan ruang hidup masyarakat adat. Kebutuhan ini sering kali secara sepihak menabrak ikatan masyarakat adat dengan tanahnya, tempat hidupnya dan nilai-nilai yang diyakininya.
Menyikapi hal-hal tersebut, maka jaringan kerja rakyat Papua (Jerat Papua), pada Rabu hingga Sabtu (7-10/4) kemarin, melaksanakan pelatihan pemetaan partisipatif wilayah adat Byak Mun Supiori di Aula Hotel Sapuri Indah, Sorendiweri Distrik Supiori Timur, Kabupaten Supiori.
Demikian rillis tentang latar belakang yang tertuang dalam kerangka acuan (TOR, red), dan disampaikan langsung melalui pesan Whatsapp oleh Koordinator Pemetaan Wilayah Adat Jerat Papua, Yoram Dwaa, Sabtu (10/4) kemarin.
Dijelaskan juga dalam rillis tersebut, adapun pemetaan wilayah adat adalah salah satu metode atau alat dalam menjaga kedaulatan dan keberadaan masyarakat adat, baik sebagai alat bukti atau verifikasi, maupun sebagai alat untuk mereduksi konflik ruang diantara masyarakat adat. Dan juga sebagai alat untuk melindungi masyarakat itu sendiri dari kepungan perubahan yang sangat cepat.
“Selain itu, pemetaan wilayah adat juga merupakan media penyatuan konsep spesial masyarakat adat yang bersifat kualitatif dengan keberadaan konsep spesial modern yang kuantitatif,” jelas Yoram lanjut.
Terang dia dalam rillis itu juga, perlu dipahami bahwa nilai sebuah peta wilayah adat tidak semata-mata didasari oleh aspek teknis saja, melainkan juga aspek sosial dalam sebuah komunitas. Oleh karena itu, keterlibatan aktif kelompok masyarakat adat untuk memetakan wilayahnya, justru akan memberikan nilai atau kebermaknaan suatu produk peta wilayah adat.
“Tujuan sebagaimana dijelaskan, dapat dicapai melalui salah satu tahapan pelatihan pemetaan partisipatif. Sedangkan tujuan khususnya adalah peserta dapat memahami proses dan metode pemetaan partisipatif sebagai alat untuk perlindungan hak-hak masyarakat adat,” terangnya lanjut.
Untuk peserta, sambung Yoram diakhir rillisnya, adalah sebanyak 30 orang. Dimana masing-masing Sub Mnuk, yaitu Sub Mnuk Sauyas, Sub Mnuk Wabu, Sub Mnuk Wombonda, Sub Mnuk Urmbor, Sub Mnuk Warsa, Sub Mnuk Emunda dan Sub Mnuk Napa diikuti oleh 4 orang peserta. Sementara dari KainKain Karkara Byak (KKB) Mun Supiori 1 orang, dan KKB Byak 1 orang peserta.(Andi/Zes)