JAYAPURA. PapuaBaru.Com,- Pemantau Keuangan Negara (PKN) Biak Numfor bersama LSM Kampak dan sejumlah tokoh masyarakat Pemerhati Kabupaten Biak Numfor, Rabu (3/3) lalu, mendatangi Polres setempat guna melakukan audiens terkait penanganan sejumlah kasus dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilaporkan pada institusi tersebut.
Hal itu diutarakan Ketua PKN Biak Numfor, Joey Lawalata, SE melalui rillis yang disampaikan pada Media ini via WhatsApp, Sabtu (13/3) kemarin.
Jelas dia, kedatangannya bersama sejumlah aktivis anti korupsi lainnya untuk kesekian kalinya ke Polres Biak, guna mempertanyakan terkait dikeluarkannya surat perintah pemberhentian penyelidikan (SP3) tertanggal 16 Desember 2020, atas laporan dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan bibit sapi dan bibit babi pada Dinas Peternakan dan Ketahanan Pangan Kabupaten Biak Numfor tahun anggaran 2018.
“Saya masukkan laporan tertulis dari PKN terkait kasus tersebut pada 23 Januari 2019, dan diterima langsung oleh anggota unit Tipikor Satreskrim, Briptu Sudharmono. Setahun kemudian, tepatnya pada 14 Januari 2020, Polres Biak Numfor melalui Satuan Reserse Kriminal menanggapi laporan kami melalui surat pemberitahuan perkembangan hasil penyelidikan (SP2HP). Dan didalam suarat tersebut, kami diminta untuk berkoordinasi dengan Aipda Muntono selaku Kanit Tipikor Satreskrim,” urai Joey menjelaskan.
Jauh diuraikan, beberapa poin penting yang dijelaskan Kapolres Biak Numfor, AKBP. Andi Yoseph Enock, S.I.K bersama jajaran Unit Tipikor Satreskrim, dan menjadi indikator yang mendorong pemberhentian penyelidikan terhadap kasus tersebut yaitu, kerugian negara berdasarkan hasil perhitungan BPKP Perwakilan Provinsi Papua senilai Rp. 534.000.000 dari total proyek Rp. 1.740.000.000 telah dikembalikan pada tahap penyelidikan, dan dianggap tidak terdapat kerugian negara sebagaimana dilaporkan.
“Yang berikut, terdapat instruksi Kapolri yang menyatakan lebih lanjut tentang mengedepankan pencegahan dari pada penindakan perkara korupsi. Dan yang berikutnya, SP3 bermaksud memberikan kepastian hukum terhadap terlapor, dalam rangka menjaga faktor psikologis yang bersangkutan agar tidak berdampak pada gangguan kesehatan, moral maupun bebab psikologis lainnya,” terangnya.
Menanggapi penjelasan Kapolres Biak Numfor tersebut, terang Joey lanjut, PKN RI yang diwakilkan oleh dirinya selaku Ketua Tim PKN Biak Numfor, dijelaskan juga dalam audiens singkat saat itu, bahwa pasal 4 undang-undang 31 tahun 1999 yang berbunyi pengembalian kerugian negara tidak mengurangi unsur pidana, harus menjadi payung hukum tertinggi dalam penegakkan hukum tindak pidana korupsi di negara Republik Indonesia ini.
“Pasal 2 aturan yang sama menyebutkan ayat (1), bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 Milliar rupiah menjadi dasar hukum tertinggi dalam kasus ini, urainya lanjut.
Sambung Joey, hal tersebut dikarenakan yang bersangkutan atau terlapor dalam laporan tersebut telah jelas, disertai bukti awal terlampir menyatakan yang bersangkutan atau saudara Made selaku kepala dinas pada saat itu (dan sampai saat) yang juga bertindak sebagai pelaksana proyek, yang dibuktikan dengan kepemilikan akta notaris perusahaan CV. Tri Buana atas nama yang bersangkutan.
“Berangkat dari fakta-fakta dan bukti awal tersebut, tentunya memperkuat dugaan dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh yang bersangkutan (kepala dinas, red). Penggelembungan harga pembelian bibit sapi dan babi yang diduga merugikan negara, sudah dibuktikan dengan adanya hasil investigasi dari BPKP selaku lembaga auditor negara, yaitu senilai Rp. 534.000.000, yang dilakukan pada tahap penyelidikan oleh pihak kepolisian Biak Numfor,” jelasnya lagi.
Ketiga indikator ini, tambah dia, seharusnya dapat diperdalam oleh pihak Tipikor Polres Biak Numfor, dalam rangka penanganan kejahatan luar biasa (Ekstra Ordinary Crime, red) yang menjadi musuh besar di negara ini.
Pada kesempatan itu juga, salah satu tokoh masyarakat pemerhati Biak Numfor, Willem Rumpaidus, S.Sos. MMP menanggapi perihal yang sama terhadap pernyataan Kapolres Biak Numfor dengan tetap mengacu pada mainsheet penyidik yang seharusnya profesional dalam menanggapi laporan masyarakat.
Menurut Willem, pada kasus-kasus sebelumnya, dengan delik yang sama atau kerugian negara yang sudah dikembalikan, tetap diproses hukum sampai pada putusan inkrach.
Sementara itu, Sekjen LSM Kampak Papua, Johan Rumkorempun menanggapi persoalan yang sama, mempertanyakan kasus-kasus yang dilaporkannya, yaitu dugaan tindak pidana korupsi dana Prospek tahun anggaran 2017 senilai 26 Milliar, dimana penyelidikan kasus tersebut juga diberhentikan.
Selain itu, menurut Johan, ada juga dana pihak ketiga senilai 9 Milliar yang sudah dua tahun namun tak kunjung dikabarkan perkembangannya. Padahal semua kasus yang dilaporkan bersumber dari anggaran otsus yang merupakan hak mutlak rakyat Papua, sebagaimana diatur dalam undang-undang 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus.
Di sela-sela pertemuan tersebut, AKBP. Andi Yoseph Enock, S.I.K menjelaskan juga bahwa delik pasal 4 undang-undang 31 tahun 1999 merupakan pasal multitafsir yang tidak menjelaskan pada tahapan mana pengembalian kerugian negara dimaksud dilakukan sehingga tidak mengurangi unsur pidanya.
“Saya ada minta lembar asli SP3, bukti pengembalian yang dilakukan terlapor ke kas negara, serta lembar hasil pemeriksaan BPKP terhadap audit kerugian negara senilai Rp. 534.000.000 kepada tim Unit Tipikor Polres Biak Numfor sebagai legal dokumen hasil tindak lanjut dan kinerja kepolisian terhadap laporan masyarakat,” terang Joey menambahkan.
Lanjut dia lagi, selanjutnya dapat menjadi dasar bagi langkah selanjutnya, yaitu pra peradilan yang direncanakan akan ditempuh oleh PKN sebagai langkah hukum selanjutnya.
“Sangat disayangkan, permintaan Tim PKN diakhir audiens tersebut tidak membuahkan hasil. Alasannya SOP internal lembaga kepolisian yang hanya dapat menyampaikan SP2HP kepada pelapor, yang didalamnya menjelaskan alasan terhadap putusan pemberhentian penyelidikan perkara yang dilakukan oleh lembaga kepolisian,” ungkap Joey.
Tandas dia, berangkat dari persoalan penegakkan hukum terhadap tindak lanjut penanganan perkara tipikor di Kabupaten Biak Numfor oleh penegak hukum, dalam hal ini Kepolisian Biak Numfor, dirinya berpendapat bahwa akan melaporkan hasil pertemuan atau audiens tersebut ke PKN RI di Jakarta, untuk selanjutnya dapat ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku di NKRI.(Andi/Zes)