Laporan : Mozes Baab
JAYAPURA, tabloidpapuabaru.com,- Maraknya organisasi baru yang berkedok keagamaan, khususnya pada bidang Kristen yang saat ini membangun gedung ibadahnya disana-sini membuat Kelompok Kerja Agama (Pokja) Majelis Rakyat Papua (MRP) mengambil langkah – langkah tegas untuk menyikapi persoalan tersebut dengan serius.
Hal itu terlihat dalam sikap Pokja Agama MRP menggelar rapat koordinasi dengan Kementrian Agama Republik Indonesia Wilayah Provinsi Papua dan Kesbangpol Provinsi Papua, Senin (25/4/2022).
Ketua Pokja Agama MRP, Helena Huby, S.Pd, mengatakan, saat ini pihaknya melihat adanya organisasi-organisasi baru yang membangun gedung gereja baru dimana-mana di Tanah Papua ini, yang mana timbul akibat dari kesalahpaham yang terjadi didalam gereja sebelumnya atau ada kepentingan pribadi, yang menyebabkan yang bersangkutan keluar lalu mendirikan organisasi baru dan gereja baru.
“Nah sekarang di Papua ada organisasi – organisasi gereja yang membangun gereja dimana-mana sehingga Kami Pokja Agama MRP menyikap ini untuk lakukan rapat koordinasi dengan Kemenag dan Kesbangpol untuk tidak memberikan rekomendasi bagi organisasi baru yang mendirikan gereja baru,” ungkapnya tegas kepada wartawan usai Rapat Koordinasi di Hotel Horizon Jayapura, Senin, (25/04/22).
Disampaikannya, hal ini perlu disikapi serius agar ada upaya langkah – langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi jangan sampai dikemudian hari terjadi konflik akibat dari pembangunan gedung gereja baru yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Jangan kita bangun gereja baru disana – sini hanya dengan segelincir orang berkumpul – kumpul menjadi satu gereja, itu nanti bisa terjadi konflik – konflik diantara kami di atas tanah Papua,” tegasnya.
Diharapkannya dengan adanya rapat koordinasi tersebut adanya komitmen bersama yang dibangun dengan Kemenag dan Kesbangpol untuk membatasi pemberian rekomendasi pendirian gereja bagi mereka – mereka yang mendirikan gereja dan organisasi gereja baru diatas Tanah Papua dengan tetap berpatokan pada aturan yang ada.
Ditambahkannya, kedepannya pihaknya akan mendorong hasil rapat koordinasi tersebut ke Pemerintah Provinsi Papua untuk dioterbitkan peraturan daerah atau peraturan gubernur, sehingga tidak membangun sembarang.
Pada kesempatan itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Papua yang diwakili oleh Kabid Urusan Organisasi (URANG) Kristen Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Papua, Klemens Tara, S.AG, mengatakan Kanwil Kementerian Agama Provinsi Papua diminta untuk hadir dalam Rapat Koordinasi untuk menjelaskan seluruh syarat pendaftaran organisasi Pendirian gereja baru tetapi juga gereja yang lama.
Terkait dengan itu kata Klemens pihaknya ada punya sejumlah regulasi, tetapi yang paling pokok adalah mengacu pada Surat Keputusan Dirjen Bimas Kristen Kementerian Agama Republik Indonesia Nomor : 138 dan 157 tahun 2017 tentang petunjuk teknis pendaftaran gereja baru.
Nah berdasarkan surat keputusan itu ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi, misalnya gereja baru katakanlah berkedudukan di Papua maka harus ada Surat Permohonan yang disampaikan dengan melampirkan foto copy Akte Pendirian, kemudian harus ada program dua tahun terakhir yang berikuit harus ada rekomendasi dukungan dari gereja-geraja yang suda mendahului atau dalam istilah Majelis Rakyat Papua gereja – gereja Pribumi gereja yang hanya ada di Papua.
Berikut adalah harus memiliki rekomendasi Paling tinggi lima rekomendasi dan paling rendah tiga itu harus ada. Kalau itu tidak dilengkapi maka kami tidak bisa memproses walaupun sejumlah syarat lain dipenuhi.
Disebutkan juga bahwa sesuai data yang dimiliki Kanwil kementerian Agama Provinsi Papua sampai saat ini ada 58 organisasi gereja yang suda terdaftar baik itu di tingkat Sinode daerah maupun wilayah, sisa dari itu tidak jelas.
Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Papua terus melakukan pengawasan dan tidak sembarang memberikan rekomendasi karena dikawatirkan akan menimbulkan konflik di Papua. **