JAYAPURA.PAPUA BARU.COM,- LSM Kampak Papua, PKN, dan FPKB, sepakat mendukung dan meminta Kejati Papua, Kasi Intel, dan Adpidsus menyikapi persoalan dugaan penyalahgunaan APBD di kabupaten Biak Numfor tahun 2016/2020.
Sekjen LSM Kampak Papua beserta teman-teman pegiat antikorupsi, PKN dan FPKB juga meminta Kejati Papua untuk segera memanggil dan memeriksa Bupati beserta mantan Bupati Biak Numfor terkait utang pihak ketiga di kabupaten Biak Numfor yang hingga saat ini belum diselesaikan. Hal itu disampaikan langsung oleh Sekjen LSM Kampak Papua, Johan Rumkorem saat dalam relase yang dikirim ke media online ini Jumat (01/10) 2021.
“Ya, kami minta Kejati Papua dapat segera panggil Bupati Biak dan juga mantan Bupati Biak untuk diperiksa dan dapat memberikan keterangan lebih jelas terkait kasus utang pihak ketiga. Sehingga permasalahan yang hampir 5 tahun ini dapat diselesaikan secepatnya,” ujarnya.
Menurut Johan, kasus utang pihak ketiga ini sudah berlarut-larut hampir 5 tahun. Ia menduga adanya utang pemda terhadap pihak ketiga sangat berpotensi menyebabkan kerugian negara yang sangat besar.
Lanjutnya, ia sangat mengapresiasi dan mendukung apa yang dilakukan Kejati Papua yang serius menyikapi masalah ini. Diketahui pada tanggal 16 september kemarin ada surat panggilan dari Kejati Papua terhadap pemda kabupaten Biak Numfor guna memberikan keterangan terkait adanya dugaan penyalahgunaan APBD yang bersumber dari dana DAK, DAU, dan Otsus serta pendapatan lainnya tahun 2016/2020 di pemerintahan kabupaten Biak Numfor.
Namun demikian, ia bersama teman-teman pegiat antikorupsi, PKN dan forum peduli kawasa biak berharap Kejati Papua serius dalam penanganan kasus korupsi terlebih kasus yang bersumber dari dana Otsus di kabupaten Biak Numfor.
“kami pegiat antikorupsi dukung penuh kejati papua, jadi kami harap kejati papua pun harus serius, jangan kasus-kasus korupsi di jadikan ATM jalan, yg mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat kepada penegak hukum.
Ia menambahkan bahwa penambahan utang jangka pendek lainnya di tahun 2018 sebesar Rp 4.2 miliar berasal dari belanja modal tahun 2018 yang belum terbayarkan. Dan pengurangan utang tahun 2018 sebesar Rp 104.4 miliar merupakan pembayaran utang kepada Bank Papua sebesar Rp 100 miliar, dan utang kepada pihak ketiga yang timbul di tahun 2016 dan 2017 sebesar Rp 4.4 miliar.
Pembayaran utang tersebut ditetapkan melalui Keputusan Bupati Nomor 900/271/tahun 2018 tentang Penetapan pembayaran Utang Pemerintah Daerah pada Pihak ketiga Tahun 2016 dan 2017. Terkait dengan utang pihak ketiga itu, ada juga SK bupati No 900/72/thn 2019 tentang penetapan utang Pemda Kabupaten Biak kepada pihak ketiga sejak tahun 2016, 2017, 2018.
SK bupati ini ditetapkan untuk utang belanja dan utang jangka pendek lainnya. Nilai utang yang ditetapkan sebesar Rp 333 Milyar, sedangkan utang yang disajikan dalam neraca tahun anggaran 2018 itu sebesar Rp 328 miliar.
“Ada catatan kami tentang utang Pemda Biak Numfor kepada pihak ketiga, seperti, htang dari tahun 2016 sebesar Rp 124 Milyar, utang untuk tahun 2017 sebesar Rp 142 miliar, dan utang tahun 2018 itu sebesar Rp 58 Milyar. Kalau ditotal sebesar Rp 324 milyar lebih,” jelasnya.
“Jadi saya kira proses penyelidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Tinggi Papua terhadap OPD dan Bendahara di Kabupaten Biak Numfor sudah sangat tepat sekali karena selama ini kami melakukan hasil investigasi dan wawancara di lapangan terkait pihak ketiga/kontrak belum dibayarkan padahal pekerjaanya sudah selesai 100%,” tambahnya.
Johan menambahkan, dana prospek untuk tahun anggaran 2017 juga seperti itu, masa dana prospek dipakai untuk bayar utang daerah, itu tidak dibenarkan oleh undang-undang, dana prospek itu bersumber dari dana Otsus, dananya sangat besar, Rp 26 miliar nilainya. Ia mengatakan dana prospek ini dikucurkan dari propinsi ke pemda Biak, sudah dicairkan melalui Bank Papua melalui Nomor rekening 5000106000077 a.n RKUD dalam tiga tahap;
“Tahap pertama tanggal 25 April 2017 Rp 7.9 M, tahap kedua 14 Sept 2017 Rp 11.9 M, tahap ketiga tanggal 14 Desember 2017 sebesar Rp 6.6 M, yang anehnya, masa dana prospek dipakai untuk bayar utang di beberapa kegiatan di OPD, ini sudah melanggar ketentuan Undang-undang, dasar hukumnya Perdasus nomor 25 tahun 2013 dan keputusan gubernur nomor 188.5/88.A/Tahun 2017 tanggal 17 April 2017 Tentang Penetapan besaran alokasi dana program strategis pembagunan ekonomi dan kelembagaan kampung, masa SK bupati lebih tinggi dari Perdasus dan UU 17 tahun 2013, saya kira Dana Alokasi Khusus dan Dana Otsu situ regulasi sangat jelas, peruntukkannya juga sangat jelas, didroping langsung kegiatan dijalankan sesuaid dengan perencanaanya, kenapa bisa dijadikan utang, makanya kami menduga kegiatan-kegiatan fisik dan non fisik pada pihak ketiga berpotensi pada tindak pidana korupsi,” ungkapnya.
Ia meminta Kajati Papua segera memanggil Mantan Bupati Biak dan Bupati Biak yang sekarang agar diberi keterangan terkait utang pihak ketiga karena kedua dari pejabat tersebut yang memiliki kewenangan penuh atas Keuangan Daerah.
“Terkait utang pihak ketiga, herannya di sni, pemda pernah mengajukan pinjaman ke Bank Papua yang diketahui sudah disetujui oleh DPRD kabupaten Biak Numfor tahun 2017 senilai Rp 100 miliar, dengan tujuan untuk menyelesaikan utang pihak ketiga tahun 2016/2017. Namun faktanya ternyata tidak terlaksana. Artinya hingga saat ini utang pihak ketiga belum diselesaikan.”
“Untuk itu kami berharap Kejati Papua dapat memanggil semua SKPD, bendahara, bupati biak dan juga mantan bupati biak untuk dapat di periksa guna memberikan keterangan jelas terkait utang-utang yang ada di pemerintah daerah kabupaten biak numfor yang diduga sangat merugikan keuangan negara,” tambahnya.**