JAYAPURA.PAPUA BARU.COM,- Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Papua, Anthonius Ayorbaba,SH,M.Si saat ini tengah mengikuti Diklat Kepemimpinan Tingkat I (Pim I) yang diselenggarakan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN).
Dalam proyek perubahan yang diberi judul “Strategi Peningkatan Pelayanan Hukum dan HAM Bagi Masyarakat Dengan Melibatkan Peran Serta Tokoh Agama dan Tokoh Adat di Provinsi Papua”, dimana judul ini merupakan pengembangan dari inovasi yang sudah dilakukan oleh Anthonius Ayorbaba ketika masih menjabat sebagai Kakanwil Kemenkumham Papua Barat pada 2019 yang mana pihaknya telah melatih 200 pendeta dan kepala suku di Papua Barat untuk menjadi para legal.
Dirinya mengungkapkan bahwa dari 200 pendeta yang telah di didik oleh pihaknya dengan bekerjasama dengan Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) Provinsi Papua yang diketuai oleh Pdt. Sherly Parinussa, S.Th, dimana pihaknya telah membentuk 50 pos pelayanan hukum di 50 gereja di Manokwari.
“Inovasi ini pada tahun 2020, diikutkan pada lomba reformasi publik di Kementerian Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB) dimana dari 2652 layanan inovasi publik di Indonesia tahun 2020, dimana inovasi dari kami ini masuk sampai dengan Top 99 dan berakhir di Top 45 jadi Menteri Hukum dan HAM RI diberi penghargaan oleh MenPANRB, dimana selanjutnya diserahkan kepada saya selaku yang membuat inovasi,”ungkapnya kepada awak media di Jayapura, Kamis (30/9).
Dimana kata Ayorbaba, untuk kepentingan Diklat Pim I, maka dirinya melakukan pengembangan dari yang pernah dirinya lakukan di Papua Barat, dimana ketika itu melibatkan pimpinan agama Protestan dan Katolik, namun kali ini untuk proyek perubahan yang sedang digarap, melibatkan semua tokoh agama dan tokoh adat.
“Pertama ini merupakan penggabungan dari tugas dan fungsi dari 2 Direktorat di Kemenkuham, yang pertama Direktorat Jenderal (Dirjen) Hak Asasi Manusia, dimana di direktorat ini, memiliki dua layanan yang pertama disebut dengan aplikasi Aplikasi Sistem Informasi Yankomas (SIMASHAM),”katanya.
Dirinya menuturkan bahwa masyarakat itu sebenarnya diberi ruang yang berkaitan dengan HAM, dimana masyarakat bisa langsung mengakses laporan pengaduan ke Aplikasi SIMASHAM, cuma selama ini, masyarakat belum memahami dengan baik, sehingga belum bisa mengakses ke aplikasi tersebut.
Selain itu, Dirjen HAM juga membentuk Yankomas yaitu suatu kegiatan pelayanan komunikasi masyarakat Kementerian Hukum dan HAM yang menangani masalah pengaduan masyarakat, namun yang menjadi tantangan dalam Yankomas berdasarkan Permenkumham dan surat edaran Dirjen HAM, Yankomas ditempatkan di Kantor Lapas dan Imigrasi.
Sehingga baik di Papua Barat maupun Papua, pihaknya tidak pernah mendapat laporan tentang masyarakat yang datang membawa laporannnya untuk diproses di Yankomas.
“Pelayanan ini Kemenkumham pasti akan menindaklanjuti sampai dengan instutusi yang terkait dengan masalah-masalah yang dilaporkan masyarakat, sekalipun itu dalam bentuk sebuah rekomendasi,”bebernya.
Menurutnya, tugas pokok dari Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), dimana melalui implementasi UU Nomor 16 Tahun 2011 yaitu undang-undang bantuan hukum bagi orang-orang miskin.”Jadi sebenarnya orang-orang miskin layak untuk mendapatkan perlindungan dari negara melalui bantuan hukum, yang jadi masalah undang-undang dapat terimplementasi dengan harus dibentuknya Organisasi Bantuan Hukum (OBH) yang terakreditasi ke Badan Hukum Nasional. Papua saat ini hanya punya 2 OBH yang terakreditasi untuk melayani 28 kabupaten dan 1 kota dan Papua Barat itu punya 5 OBH,”imbuh Ayorbaba.
Dimana, proses untuk verifikasi pembentukan OBH itu hanya bisa dilakukan tiga tahun sekali, jadi saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi dimana dari 7 Lembaga Bantuan Hukum (LBH) yang mendaftar ke pihaknya, dari hasil verifikasi ada 4 yang memenuhi syarat dan 2 yang lama, sehingga ada 6 LBH yang tinggal tunggu penetapan dari BPHN.
“Implementasi OBH, UU nomor 16 tahun 2011, OBH itu dia melakukan dua hal yang pertama disebut dengan pendampingan mitigasi, dimana OBH wajib menolong orang miskin sampai dengan pengadilan, uangnya nanti kami dari Kemenkumham yang membayar kepada OBH yang mendampingi orang miskin tersebut, selama ini kan masyarakat tidak mengetahui dengan baik,”sebutnya.
Ayorbaba kembali menyebutkan berdasarkan perintah undang-undang, OBH juga bisa melakukan tugas-tugas yang berkaitan dengan non mitigasi yaitu berkaitan dengan penyuluhan, sosialisasi, ada 9 paket kegiatan non mitigasi, karena penyadaran proses hukum dan HAM tidak bisa dilakukan hanya karena advokat dan notaris. Hasil evalusi kami, teman-teman di 2 OBH lebih fokus untuk melakukan pendampingan yang mitigasi, sementara itu non migitasi tidak dilakukan, maka solusinya adalah kita harus melatih para legal,”sebutnya lagi.
Untuk para legal, Ayorbaba menjelaskan para legal adalah orang-orang diluar advokat atau notaris, dimana merupakan kelompok masyarakat yang bisa dilatih untuk melakukan tugas-tugas non mitigasi.
Dengan Permenkumham nomor 4 tahun 2021, memberi porsi lebih kepada para legal semakin kuat, karena para legal akan berada dibawah induk salah satu OBH.
“Proses ini akan kami buat di Papua, untuk memberikan inovasi layanan dengan pelatihan para legal, dimana nantinya mereka sudah dilatih, entah kepala suku atau pendeta, kita menggunakan temapt mereka untuk kita jadikan Pos Pelayanan Hukum dan HAM. (Sehingga) masyarakat yang punya masalah hukum, apalagi masyarakat miskin bisa mendapat akses keadilan, semua yang dilakukan dilaporkan kepada kami, dan kami akan membayarkan, itu inovasi yang akan kita lakukan,”tuturnya.
Dirinya mencontohkan, salah satu rekannya yang membantunya ketika di Kemenkumham Papua Barat, saat ini sudah pindah ke Kemenhumham Bali, dimana rekannya menduplikasi di Bali, sehingga saat ini Denpasar memiliki 57 desa dan 57 kecamatan yang memiliki POSYANKUMHAMDES.
“Dia tambah satu aspek lagi untuk pengawasan, evaluasi dan monitoring serta pendampingan yang berkaitan dengan dana desa, makanya di Bali itu diberi nama POSYANKUMHAMDES. Nanti di Papua ini kita akan berpikir, apakah kita tambah POSYANKUMHAMDES atau kita menambah di implementasi UU Otsus yang baru disahkan,”imbuhnya.
Kata Ayorbaba, dengan begitu, pihaknya bisa membangun kesadaran masyarakat, tentang pentingnya perlindungan hukum kepada masyarakat, hal ini juga mewujudkan visi misi Presiden.
“Jadi konsep ini dalam Diklat Pim I, saya akan lakukan dengan 4 hal yang harus dicapai yaitu pertama supaya inovasi ini bisa berjalan, itu dia harus meimliki sebuah sustainable (kelanjutan), sehingga tim kami sudah menyusun draf Rancangan Peraturan Daerah Provinsi (Raperdasi) yang kita susun, dimana ini bisa melibatkan perancang dari Kanwil Kemenkumham Papua, Papua Barat, Maluku, Sulawesi Utara dan Kalimantan Tengah, tempat dimana saya pernah bertugas, kita sudah menyerahkan draf Raperdasi per tanggal 6 September ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah (BAPEMPERDA) DPR Papua, dimana ketua DPR Papua sudah memberikan dukungan, saya sudah ketemu juga dengan Komisi I dan Komisi III,”katanya lagi.
Selain itu, pihaknya juga akan menyusun Permenkuham, selanjunya pihaknya juga menyusun aplikasi, jadi nantinya ada aplikasi sehingga masyarakat yang familiar dengan android (netizen) bisa mengakses informasi tersebut. Selanjutnya pihaknya akan membuat modul pelatihan, sehingga pelatihan yang digelar pihaknya nantinya lebih terarah.
“Saat ini kita sudah melatih angkatan pertama untuk para legal yang berakhir minggu kemarin, dimana pelatihan diikuti oleh 30 orang pendeta di PGGP Kota Jayapura. Nanti tanggal 12-14 Oktober kita akan melatih lagi sebanyak 30 para legal,”ujarnya.
Ayorbaba berujar, Raperdasi ditetapkan sebagai sebuah produk legal, dirinya selaku Kakanwil Kemenkuham, merupakan instansi vertical, sehingga tidak mungkin bisa mengelola anggaran APBD, dimana akan dikelola nantinya oleh Biro Hukum atau bagian yang mendapat persetujuan.
“Yang kita mau pertegas adalah inovasi ini yang belum ada di Indonesia, dimana selama ini sebuah kebijakan terhadap pembangunan yang dilakukan di Papua bermula dari pusat, (sehingga)inovasi ini kita menawarkan satu konsep baru yang muncul dan lahir di Papua yang membuat fungsi dan peran tokoh adat dan tokoh agama berjalan dengan baik,”ujarnya lagi.
Dirinya menandaskan semua tokoh agama dilibatkan baik dari Katolik, Protestan, Muslim, Hindu dan Buddha, semua dilibatkan.”Dari Agama Katolik kita sudah temui, begitu juga dengan Sinode GKI, FKUB, PGGP, PGGS, sudah disosialisasikan dan diberikan dukungan, untuk Muslim, Ketua MUI sudah, juga Dewan Masjid Indonesia Provinsi Papua dan Kota Jayapura, Ketua NU, yang belum Ketua Muhammadiyah, mungkin dalam waktu dekat kita kesana, untuk Hindu dan Buddha juga sudah,”tandasnya.
Menyoal dukungan Pemerintah Derah, Ayorbaba merinci pihaknya sudah mengantongi dukungan dari Pemerintah Provinsi Papua, melalui Asisten Bidang Pemerintahan, Hukum dan HAM Sekda Provinsi Papua, Doren Wakerkwa,SH,MH dan Asisten Bidang Umum Sekda Papua, Dr. Ridwan Rumasukun.
“Untuk Kabupaten/Kota dukungan baru dari Wali Kota Jayapura dan Bupati Keerom, kita sedang menunggu waktu dari Bupati Jayapura, untuk menjelaskan konsep ini kepada beliau,”pungkasnya. (John Karma/Yan)