JAKARTA .TABLOID PAPUA BARU.COM,- Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke – 76 tahun 2021, menjadi momentum bagi semua masyarakat Indonesia untuk mengisi kemerdekaan dengan mendukung pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, hal ini juga berlaku bagi masyarakat asli Papua maupun nusantara yang berada di Provinsi Papua maupun Papua Barat.
Hal ini ditegaskan Ketua Umum Badan Musyawarah Papua dan Papua Barat (Bamus Papabar), Willem Frans Ansanay,SH,M.Pd kepada media ini via telepon selulernya, Selasa (17/8).
“Jadi pesan moral saya selaku Ketua Bamus Papua dan Papua Barat, kepada masyarakat Papua, baik orang asli mupun masyarakat nusantara yang berada di Papua, pertama marilah kita turut serta dalam pembangunan bangsa dan negara dari Papua,”ungkapnya.
Lanjut Frans Ansanay, masyarakat harus menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, yang tentu dimulai dari Papua, serta mengajak semua anak bangsa di Papua, untuk mengisi kemerdekaan yang direbut dengan pengorbanan pada 76 tahun silam.
“Marilah kita bersama-sama mengisi kemerdekaan dengan berperang melawan radikalisme yang masuk ke tanah Papua, berperang melawan separatisme, berperang melawan terorisme serta berperan melawan korupsi, kolusi dan nepotisme,”lanjutnya.
Ketua Umum Badan Musyawarah Papua dan Papua Barat (Bamus Papabar), Willem Frans Ansanay,SH,M.Pd, Dalam suatu kesempatan melakukan prosesi adat Papua kepada bapak Presiden RI, Ir.Joko Widodo
Menurutnya, semua elemen bangsa patut bersyukur kepada Tuhan, mengingat Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam HUT ke 76 tahun, semua pihak bisa merasakan berbagai dinamika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Memang secara defakto menjadi bagian dari NKRI baru 18 tahun sesudah proklamasi kemerdekaan, secara dejure baru diserahkan pada 1 Mei 1963 dan Pepera 1969 baru sepenuhnya kembali ke NKRI,”Imbuh Frans Ansanay.
Dengan kondisi tersebut, ujar Frans, Papua yang ketika itu disebut Irian masih mengalami stagnasi perubahan, karena Indonesia dibawah kekuasaan orde baru (Rezim Presiden Soeharto,red), sedang berupaya mempertahankan eksistensi negara di Timor Timur.
“Kurang perhatian membangun Papua ketika itu memang terbengkalai, nah kita baru merasakan (adanya pembangunan) sejak reformasi, ada perubahan yang sangat luar biasa signifikan, dengan adanya pemekaran provinsi maupun kabupaten kota, (sehingga) daerah-daerah yang termarginalisasi (susah dijangkau) menjadi dekat,”ujarnya.
Dirinya lantas mencontohkan daerah di wilayah pegunungan yang dahulu hanya sebuah kecamatan (distrik,red) sudah menjadi kabupaten. Dimana perkembangan di wilayah-wilayah tersebut menjadi lebih maju ketimbang wilayah-wilayah di daerah pesisir Papua.
Dengan kehadiran kabupaten-kabupaten baru, tentu masayarakat yang mendiami daerah pegunungan tengah Papua mengalami perubahan dan kemajuan, meskipun di beberapa daerah, tidak dipungkiri masih terjadi konflik. Karena tatanan hidup masyarakat Papua yang ketergantungan kepada alam mengalami gangguan akibat hadirnya pembangunan.
“Ada kemajuan pembangunan yang dirasakan oleh orang asli Papua, (sehingga) implementasi kemerdekaan itu rujukannya sederhana, kalau kita menghayati dari waktu ke waktu sebagai umat beragama. Dimana kita diajarkan oleh Tuhan untuk menghormati pemerintah sebagaimana dalam surat rasul Paulus kepada jemaat di Roma, bahwa pemerintah adalah wakil Tuhan,”katanya.
Meski begitu, lanjut Frans Ansanay, masyarakat Papua harus mengerti bahwa pancasila itu secara tersirat, memberikan sebuah pemahaman sebagai umat beragama, dalam hal ini umat Kristen bahwa kasih itu hanya dua hal yakni kasih kepada Tuhan dan kasih kepada manusia.
“Pancasila mengajarkan dalam lima sila, dimana kita lihat sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa), itu mengajarkan kita untuk melihat kepada Tuhan sebagai pemilik alam semesta, pencipta langit dan bumi dan kita semua dan kedaulatan sebagai kekuasaan tertinggi,”lanjutnya.
Selain itu, Dirinya menuturkan empat pasal (pancasila), merupakan implementasi kepada sesama yakni kemanusian yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
“Artinya bahwa hukum kasih kepada Tuhan dan kepada sesama didalam pancasila sebagai ideologi bangsa itu sudah terimplementasi sebagai ideologi negara. Nah ideologi negara yang diinspirasi oleh The Founding Father (Bapak Bangsa,red),”tuturnya.
Hal tersebut tentu merupakan inspirasi yang diberikan oleh Tuhan, agar bangsa Indonesia didalam kehidupan berbangsa dan bernegara, harus mengedepankan Tuhan.
”Kita juga diajarkan untuk mengedepankan hubungan relasi antara sesama umat manusia yang berada di wilayah Indonesia,”bebernya.
Dirinya mengingatkan semua masyarakat Papua untuk mensyukuri kemerdekaan yang diraih dengan tidak terjebak dalam perbedaan dan perselisihan yang dapat merongrong NKRI.
“Ada saudara-saudara kita yang menginginkan Papua merdeka sendiri meninggalkan Indonesia, saya mengajak kita semua untuk merenungkan ulang bagaimana kita memaknai hidup kita, sebagai umat Tuhan dan kepada sesama,(sehingga) membangun Papua harus dibangun atas kasih,”tandasnya.
Dirinya menyakini selama ini Papua masih terjebak karena kepentingan politik praktis, antara birokrasi hingga politisi, sehingga masyarakat terjebak dalam perangkap distorsi antara satu dengan lainnya.
“Kita telah terbawa dalam pemahaman kooptasi bahwa Papua itu gunung dan pantai, didalam periode kepemimpinan 10 tahun di papua. Hal ini telah muncul dan menyebabkan perpecahan diantara kita, padahal ini hanya perebutan kue, perebutan kekuasaan, perebutan kelompok,”bebernya.
Tak hanya itu, dinamika yang terjadi di Papua, menurut Frans Ansanay, seharusnya bisa disikapi dengan bijak dan tidak menimbulkan konflik.” Hari ini kita dipertontonkan bahwa ada politik kekuasaan yang dibangun, contoh sekda (Sekretaris Daerah Provinsi Papua), dimana ada dualisme sekda, tolak tarik, padahal yang sekda juga orang asli papua,”imbuh tokoh Papua ini.
Minimnya penanganan COVID-19 juga tidak luput dari perhatian, dimana pemerintah diminta bijak dalam pengendalian pandemi tersebut.
“Kita berpikir bagaimana menyelamatkan manusia daripada membangun bangunan fisik, seperti bangunan kantor gubernur atau lainnya. Karena manusia lebih berharga dari pembangunan fisik”katanya lagi.
Sementara itu, dirinya juga mengkritisi penggunaan anggaran yang besar di Papua, dimana saat ini pemerintah lebih memilih menyimpan uang di bank, ketimbang digunakan untuk kepentingan masyarakat, seperti penanganan COVID 19.
“Yang berikut adalah perebutan kekuasaan (Wakil Gubernur), pasca maninggalnya Klemen Tinal. Harusnya sebagai sesama OAP duduk bersama, berikanlah kesempatan kepada dua tokoh, kembalikan kepada fondasi politik, tidak perlu ada perebutan jabatan yang mengorbankan banyak orang, permusuhan semakin kental karena emosional sesaat,”katanya lagi.
Pada kesempatan tersebut, dirinya terlebih khusus berpesan kepada masyarakat nusantara di Papua, untuk menghargai hak dan martabat OAP.
”Anda boleh mencari makan, anda boleh hidup di papua, tetapi anda harus menghargai hak dan martabat orang asli papua yang hidup didalam kehidupan mereka secara turun temurun di papua. Jangan membangun sektarian, jangan membangun permusuhan, tetapi turut serta menghargai budaya-budaya masyakrat asli Papua,”tambahnya.
Dalam refleksi 76 tahun Indonesia merdeka, tokoh Papua ini juga mengharapkan kedepan tidak terjadi inkonsistensi dalam pembangunan di Papua dalam paradigma pembangunan yang digunakan oleh pemerintah pusat.
“Kalau ada menteri-menteri yang membuat kebijakan keliru, serta tidak sejalan denga presiden dan menjadikan pejabat Papua sebagai atm, maka selaku ketua Bamus Papua, saya minta kepada Bapak Presiden RI untuk segera mereshufle menteri-menteri yang tidak konsisten dalam melaksanakan perintah presiden, (sehingga) negara benar-benar hadir di Papua,”cecarnya.
Ditambahkan, pihaknya juga meminta kehadiran negara untuk menyelesaikan hak-hak ulayat masyarakat adat, dalam hal ini masyarakat asli Papua, dalam bentuk sertifikat tanah, sehingga masyarakat juga merasa menjadi bagian dari NKRI.
“Negara melindungi mereka dan manfaatnya adalah sertifikat itu bisa digunakan untuk bekerjasama dengan investor. Dimana investor bisa masuk dan mengelola sumber daya alam dan itu bisa melalui masyarakat adat selaku pemilik hak ulayat yang sudah bersertifikat,”pungkasnya.(redaksi)**