BIAK-tabloidpapuabaru.com,- Bertempat di polres Biak Numfor, keluarga Rumayom dan keluarga Fairyo pemilik hak ulayat yakni, lokasi dibangunan proyek jembatan perahu di kawasan hutan mangrove Ruar Biak, akhirnya bertemu dengan pemerintah daerah, dalam hal ini kepala dinas pariwisata, kepala dinas PU serta kontraktor. Rabu, (4/10/2023).
Kuasa Hukum Imanuel Rumayom SH, ketika diwawancarai membenarkan adanya pertemuan tersebut.
“Ya, hari ini kami bisa duduk bersama pemerintah daerah, dalam hal ini kadis pariwisata, kadis PU juga kontraktor. Yang mana pemerintah daerah membuka ruang kepada kami pemilik hak ulayat, mencari opsi mana yang paling tepat untuk disepakati bersama”. ucapnya.
Imanuel Rumayom SH mengatakan pertemuan ini dikarenakan adanya pembangunan jembatan perahu di kawasan hutan mangrove di lokasi ibdi hingga taman burung yang saat ini sedang berjalan, tanpa melibatkan kedua marga pemilik tanah.
Dikatakan dalam pertemuan ini, ada 3 poin penting yang kami sampaikan kepada pemerintah daerah, yang mana pembicaraan lebih kepada dampak lingkungan dan apa manfaat pembangunan jembatan tersebut bagi masyarakat serta yang paling penting yaitu status hak kepemilikan tanah. Sebab tanah tersebut tidak akan pernah kami jual. Tegasnya.
” pertama yang harus diketahui bahwa tempat tersebut tidak di jual. Kami tidak akan terima, kami tidak minta uang satu rupiah pun. Jika ingin membangun dilokasi kami, maka kami marga Rumayom dan keluarga fairyo memberikan 3 poin. Yaitu yang pertama Karena jelas kami tidak jual tanah itu, jadi kami lebih pada opsi kedua yaitu harus ada satu perjanjian hitam diatas putih, dalam bentuk kontrak, dan perjanjian antara masyarakat. Yang mana setelah dibangun, ada nilai manfaat bagi masyarakat.
Tetapi juga kedepan hak kepemilikan tanah tetap berada di masyarakat pemilik hak ulayat. Pemda harus memberikan satu jaminan hitam diatas putih kepada kami bahwa tanah tersebut akan tetap menjadi milik kami. selain itu juga karena mayoritas disini mata pencarian sebagai nelayan maka harus memperhatikan aspek dari dampak lingkungan, serta apa manfaat pembangunan jembatan tersebut kepada masyarakat. Ucapnya.
Sementara itu, Charles Erikson Dominggus Fairyo mewakili marga besar fairyo meminta pemerintah daerah agar membuka semua dokumen kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya tanpa sepengetahuan pemilik hak ulayat. Karena apa yang telah dilakukan tidak pernah melibatkan kedua marga Rumayom dan Fairyo.
“Kami minta Pemda memperlihatkan dokumen atau surat-surat lainnya yang telah terlanjur di buat dan disepakati dengan masyarakat kampung. Yang katanya sudah ada pelepasan tanah. Saya ingin lihat, Karena tidak mungkin pelepasan tanah terjadi tanpa ada nilai diatasnya. Pelepasan tanah, terjadi jual beli, adanya dokumen atau surat-surat lainnya harus ditunjukkan ke kami sebagai pemilik hak ulayat “. ucapnya.
Charles dengan tegas mengatakan bahwa akan mengklaim dan lewat proses hukum yang berlaku jika adanya pembuatan sertifikat tanpa sepengetahuan pemilik hak ulayat. Kami minta proses balik nama sertifikat tersebut dikembalikan atas nama pemilik hak Ulayat yaitu marga Rumayom dan Fairyo. Untuk diketahui bahwa dalam waktu dekat akan ada pertemuan berikut masyarakat pemilik hak ulayat yakni marga Rumayom dan Fairyo bersama pemerintah daerah. (Jimmy)**