SENTANI, tabloidpapuabaru.com,- Nelson Yohosua Ondi selaku Ketua Badan Pengawas (Bawas) Perusahaan Daerah (Perusda) Baniyau periode 2023-2027, sebagai pelapor dalam kasus pemalsuan dokumen yang mencatut namanya di Perusda Baniyau yang dikeluarkan oleh akta notaris atau pemalsuan data otentik akta notaris itu mengaku diminta oleh salah satu pejabat tinggi di lingkup pemerintah Kabupaten Jayapura untuk mencabut laporannya terhadap Perusda Baniyau ke pihak kepolisian.
Pria yang akrab disapa NYO ini juga mengaku dirinya disuruh dan diminta untuk mencabut laporan polisi terkait kasus pemalsuan data otentik akta notaris yang mencatut namanya.
“Saya dihubungi oleh salah satu bawahan dari oknum pejabat tinggi itu. Nah, dalam perbincangan di balik telepon seluler itu, bawahan dari pejabat tinggi tersebut meminta saya untuk datang menemui atasannya di kediamannya oknum pejabat itu, karena ada hal penting yang ingin dibicarakan oleh bawahan dari oknum pejabat tinggi tersebut,” kata NYO yang juga Pelapor yang juga Korban dari kasus pemalsuan dokumen atau data otentik akta notaris tersebut kepada sejumlah wartawan, Senin, 2 Oktober 2023 malam, di Kota Sentani, Distrik Sentani, Kabupaten Jayapura.
“Karena saya rasa ini orang tua yang panggil, jadi saya datang saja. Tapi saat saya sampai di kediamannya, saya diminta untuk tidak membawa ponsel (hp) ke dalam rumah pejabat itu. Jadi, ponsel (HP) dan alat lain-lain saya tinggal di mobil,” katanya menambahkan.
Dalam pertemuan tersebut, lanjut NYO menambahkan, bahwa oknum pejabat tinggi di Kabupaten Jayapura itu meminta dirinya, untuk menarik (cabut) laporannya terhadap seluruh jajaran Direksi Perusda Baniyau dengan alasan. Kalau proses hukum atas laporannya dilanjutkan, maka nantinya akan menimbulkan kegaduhan di Kabupaten Jayapura.
Karena itu, kata NYO, menurut oknum pejabat tinggi ini akan ada banyak nama yang terseret masuk dalam kasus tersebut, termasuk mantan Bupati Jayapura.
“Akan tetapi, saya tidak langsung mengiyakan permintaanya. Saya cuma bilang nanti saya pertimbangkan dulu. Kalau saya mau cabut laporan, saya mau dikasih uang sebesar 5 juta rupiah dari pejabat tersebut,” tambah Nelson.
Lebih jauh lagi NYO menyatakan, pejabat tinggi tersebut meminta kepadanya agar Perusda Baniyau tetap beroperasi dan tidak boleh dibubarkan (likuidasi).
“Katanya pejabat itu, perusahaan daerah ini tidak boleh dibubarkan. Selain ditawarkan uang tunai sebesar 5 juta rupiah, jika saya mau cabut laporan. Saya juga dijanjikan mendapatkan sejumlah fasilitas seperti sepeda motor dan fasilitas lainnya, kalau Perusda dapat terus beroperasi,” pungkas mantan Alumni Lemhanas 2014 ini.
Kasus yang diminta oleh oknum pejabat tinggi untuk ditarik (cabut) laporannya itu adalah dugaan pemalsuan dokumen tentang pencatutan nama seseorang (Nelson Yohosua Ondi) yang dikeluarkan oleh akta notaris atau kasus pemalsuan data otentik akta notaris yang mencatut nama NYO.
Dalam kasus yang dilaporkan itu, nama Nelson Yohosua Ondi dicatut untuk di daftarkan dan tercatat sebagai salah satu direksi di Perusda Baniyau.
Masalah pencatutan nama ini sendiri telah di laporkan Nelson Yohosua Ondi ke pihak Kepolisian Resor (Polres) Jayapura pada tanggal 08 Juli 2023 lalu.
Sebelumnya, Kapolres Jayapura, AKBP Frederikus W. A. Maclarimboen, S.IK., M.H., belum lama ini saat dikonfirmasi terkait dengan laporan itu mengungkapkan, bahwa kasus yang dilaporkan oleh Nelson Yohosua Ondi itu telah resmi berubah status dari penyelidikan ke penyidikan.
“Laporan polisi terkait dengan pemalsuan data otentik atau akta notaris, penyidik sudah melaksanakan gelar perkara pada tanggal 18 September kemarin dan statusnya sudah ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan” terang Kapolres, belum lama ini.
Dengan naiknya ke proses penyidikan, Kapolres Jayapura mengharapkan, progres dari kinerja penyidik ini bisa mengungkap dengan jelas, bagaimana mekanisme terkait dengan dugaan pemalsuan data otentik tersebut.
“Nah, nanti kalau sudah masuk dalam konteks penyidikan ini lagi kan sudah ada kewenangan upaya paksa untuk memanggil orang. Tentunya, peluang untuk menggunakan upaya paksa dan proses penyidikan ini lebih leluasa untuk digunakan, baik itu dari pemanggilan, penangkapan, penahanan dan juga penggeledahan itu mungkin bisa digunakan,” tegasnya.
“Tentunya, kita harus minta persetujuan dari hakim atau pengadilan terkait dengan upaya-upaya paksa lain, diluar daripada pemanggilan dalam hal ini mungkin penggeledahan maupun penyitaan,” sambung Kapolres.
Pada 18 September baru selesai dilakukan gelar perkara, jelasnya, untuk dua orang saksi yang belum memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa dalam kasus pemalsuan data otentik tersebut.
“Nanti untuk dua orang ini tinggal melengkapi yang lain saja. Karena nantinya dalam proses inikan semuanya saksi juga akan diperiksa kembali terkait dengan kasus dugaan pemalsuan dokumen atau data otentik tersebut,” ujarnya.
“Jadi, dalam proses penyelidikan kemarin itu kita sudah menggunakan atau meminta keterangan dari saksi ahli. Hal itu juga bisa dapat digunakan untuk proses lebih lanjut,” beber Kapolres Fredrickus Maclarimboen.
Sebelumnya, Kapolres membenarkan adanya laporan pengaduan dugaan pemalsuan dokumen tentang pencatutan nama seseorang di Perusahaan Daerah (Perusda) Baniyau yang dikeluarkan oleh akta notaris.
Selain kasus pencatutan nama, Perusda Baniyau juga memiliki sejumlah persoalan lain yang belum terungkap ke publik.
Satu persoalan lain lagi yang tengah santer belakangan ini adalah persoalan rumah yang merupakan reward (bonus) bagi para atlet yang berhasil mengharumkan nama Papua dan khususnya Kabupaten Jayapura di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) baik di PON XIX Jawa Barat 2016 dan PON XX Papua 2021. (ewako)*